Kamis, 26 November 2020

Jurus AMAN Tangkal Kekerasan Agar Bebas Stres

Tindakan kekerasan khususnya yang berbasis gender menjadi salah satu permasalahan dalam pelaksanaan kesejahteraan sosial (kesos). Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa saat ini upaya perlindungan anak dan perempuan untuk bebas dari segala bentuk kekerasan masih belum optimal. Selain itu, akses dan kualitas layanan untuk anak dan perempuan korban kekerasan masih terbatas. 

Maraknya isu kekerasan terhadap perempuan dan anak lantas membutuhkan upaya peningkatan pengarusutamaan kelompok rentan antara lain melalui perluasan pencegahan dan penanganan kekerasan. Dalam hal perlindungan anak dan perempuan dari kekerasan, data Survei Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (2018) menunjukkan bahwa prevalensi anak laki-laki dan perempuan usia 13-17 tahun yang pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya masing-masing adalah 61,7 persen dan 62 persen. Sementara Komnas Perempuan (2020) melansir jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan sebesar 431.471 kasus (2019) yang meningkat dari angka sebelumnya sebanyak 406.178 kasus (2018). Wow, selisih angka 25.293 bukanlah jumlah yang sedikit untuk kasus kekerasan terhadap perempuan. 

Hal ini jelas memerlukan upaya yang serius dan perlu terus dilakukan untuk melindungi anak dan perempuan antara lain melalui peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan anak dan perempuan dari kekerasan; serta tentunya peningkatan peran masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak dan perempuan. Pun, penguatan akses layanan kekerasan terhadap anak dan perempuan yang adaptif melalui penyediaan berbagai protokol perlindungan perempuan dan anak lintas sektor terutama pada kondisi di masa pandemic COVID-19 seperti saat ini. 

Plan International (2020) melalui risetnya melansir bahwa mayoritas pelaku kekerasan online terhadap perempuan adalah orang asing. Dari hasil riset ini saja sudah membuat saya tidak habis pikir bahwa ada orang yang tidak kita kenal berani-beraninya menjadi pelaku Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) terhadap anak perempuan dan perempuan muda. Padahal mereka sama sekali tidak mengenal kita. Well, bisa jadi maraknya KBGO ini merupakan dampak negatif dari kecanggihan teknologi dalam hal ini platform online. Tapi, hal tersebut dalam konteks yang berbeda karena berarti ada unsur penyalahgunaan didalamnya. 
dok: https://databoks.katadata.co.id/

Selanjutnya, Plan International (2020) merilis ragam dampak negatif kekerasan online terhadap anak perempuan dan perempuan muda akibat Kekerasan Berbasis Gender Online ternyata didominasi oleh Stres dan rendah diri. Ini benar-benar serius dan tidak main-main, karena bayangkan saja akibat ulah orang (asing) yang tidak bertanggung jawab sehingga mampu mempengaruhi psikis seseorang. 
dok: https://databoks.katadata.co.id/

Jujur saja, mereka (re: orang asing) tidak punya hak sama sekali untuk melakukan kekerasan tersebut. Alih-alih demikian, kita sendirilah yang seharusnya berhak dan memiliki andil untuk membentengi diri. Sebagai langkah preventif dan upaya alternatif, saya sedikit memberikan tips dan trik agar teman-teman bebas stres dan secara bersama-sama tangkal kekerasan berbasis gender yang marak terjadi. 

Ayo terapkan jurus AMAN, yaitu Amati dan Laporkan! dalam menghadapi orang-orang “iseng” tersebut. Saat ini, tersedia ragam direktori penyedia layanan berupa daftar nomor hotline/call center semisal penyedia layanan kepolisian yaitu Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Polda Metro Jaya yang bisa dihubungi melalui hotline layanan Jakarta Siaga 112 (command center). Dijamin, kita terhindar dari stres dan rasa rendah diri. Tapi, bila memang sudah mengusik, silahkan tempuh jalur hukum. Aman, deh! 

Sumber: 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar