Sabtu, 27 Februari 2016

Mapalus, Kearifan Lokal Mewujud dalam Etos Kerja Budaya Gotong Royong Pembentuk Social Capital dan Membendung Perilaku Individualis

Februari.

Menjadi bulan yang sangat spesial karena penuh dengan inspirasi, khususnya di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Bukan sekedar karena Februari dikenal dengan bulan kasih sayang, bukan pula karena saya lahir dan dibesarkan di daerah ini, apalagi beralasan karena Putri Indonesia 2016 terpilih berasal dari Provinsi Sulawesi Utara. Bukan! Melainkan karena pada tanggal 14 Februari, Kota Manado memperingati Peristiwa Merah Putih 1946.

Tidak hanya terkenal dengan aksi heroik, Manado juga dikenal akan keberagaman budayanya yang sangat multietnis. Sama halnya dengan Indonesia yang sangat multikultural, beragam etnis, agama dan budaya ada disini. Inilah bukti ke-Bhinneka Tunggal Ika-an yang kita anut. Keberagaman inilah yang lantas membuat kita menjadi begitu indah.

Masyarakat Manado dikenal dengan istilah Warga Kawanua. Dalam bahasa daerah suku Minahasa, Kawanua sering diartikan sebagai Penduduk Negeri. Seiring perkembangan jaman, kata Kawanua sering digunakan bagi para masyarakat Manado yang tinggal di luar Kota Manado atau tinggal jauh dari Kota Manado.

Provinsi Sulut terkenal akan semboyan Torang Samua Basudara (Kita Semua Bersaudara). Hal ini dibuktikan dengan hidup secara rukun dan berdampingannya beberapa golongan agama seperti Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Namun, dari keanekaragaman tersebut Bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa pemersatu dari berbagai suku dan golongan.

Provinsi Sulut juga terkenal dengan jargon ungkapan Si Tou Timou Tumou Tou, yang memiliki makna manusia hidup, tumbuh dan berkembang untuk menjadi manusia seutuhnya, dimana inti dari falsafah ini adalah bagaimana kiat hidup serta cara pandang hidup yang mampu dijiwai untuk mengarahkan kehidupan manusia dalam berperilaku untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berkualitas. Ungkapan ini mengandung makna mendalam yang mendasari perilaku masyarakat yang menjadi prinsip hidup sebagai pengarah dalam cara berperilaku.

Pada ungkapan Si Tou Timou Tumou Tou dapat ditarik konsep Manusia Hidup untuk Memanusiakan Orang Lain. Dalam realitas kehidupan manusia khususnya suku Minahasa, lantas mewujud dalam etos kerja Mapalus. Budaya Mapalus merupakan sebuah tradisi budaya suku Minahasa dimana dalam mengerjakan segala sesuatu dilakukan secara bersama-sama atau gotong royong. Budaya Mapalus mengandung arti yang sangat mendasar. Budaya Mapalus juga dikenal sebagai local spirit dan local wisdom masyarakat di Minahasa.

Suasana pagi hari ketika itu begitu hangat dan penuh semangat baru. Sambil berjalan kearah kebun yang akan diolah, mereka berteriak memanggil nama saudara atau tetangga untuk turut serta ke kebun. Kadang-kadang terjadi dialog pendek antar mereka, dan kemudian melanjutkan perjalanan lagi ke perkebunan. Selama bekerja mereka sangat serius, tak ada senda gurau yang terdengar. Semua serius pada tugas yang harus diselesaikan. Celoteh senda gurau akan terdengar saat mereka istirahat dan pulang ke rumah masing-masing.

Demikian gambaran singkat Budaya Mapalus sebagaimana dikutip dari buku Ingat(!)an: Hikmat Indonesia Masa Kini, Hikmah Masa Lalu Rakyat, terbitan Kanisius. Begitu damai dan menenteramkan bukan?

Pada awalnya Budaya Mapalus berkembang di bidang pertanian (sesuai aktivitas hidup masyarakat yang adalah petani), dimana saat itu belum ada buruh tani sehingga pekerjaan lahan pertanian harus digarap oleh pemilik pertanian. Budaya Mapalus alias gotong royong di Minahasa khususnya dikenal sebagai kerja sama dengan menjual tenaga pribadi. Berdasarkan kenyataan empiris, budaya Mapalus dapat dipahami sebagai suatu sistem kerja sama dengan dasar tolong menolong antara beberapa orang, maupun kerjasama sejumlah warga suatu masyarakat untuk kepentingan umum.

Pekerjaan dalam pertanian merupakan basis dari aktivitas gotong royong (Mapalus) tadi. Namun, tolong menolong itu diaktifkan juga dalam lapangan kehidupan lain, misalnya menghadapi kedukaan, pesta, sekitar rumah tangga, koperasi, dll. Seperti pada masyarakat lainnya di Indonesia, gotong royong memang merupakan suatu nilai dalam sistem budaya orang Minahasa. Terdapat empat asas pelaksanaan Budaya Mapalus yaitu kekeluargaan, musyawarah, kerja sama serta keagamaan dan lima prinsip dalam segi pengelolaan kehidupan Budaya Mapalus yaitu tolong menolong, keterbukaan, disiplin kelompok, kebersamaan dan daya guna atau hasil guna.

Kemajuan teknologi seperti sekarang ini memungkinkan terjadinya perilaku individualis, maka prinsip-prinsip yang terkandung dalam Budaya Mapalus dapat menjadi pembendung yang efektif. Budaya Mapalus dalam kehidupan Masyarakat Minahasa berperan sebagai pengarah perilaku masyarakat karena mengandung makna toleransi atau saling menghargai, kerjasama atau saling membantu serta tidak merugikan orang lain.

Budaya Mapalus yang pada dasarnya merupakan penjabaran dari falsafah Si Tou Timou Tumou Tou ialah suatu aktivitas kehidupan masyarakat dengan sifat gotong royong (kerja sama). Gotong royong merupakan nilai budaya bangsa yang masih banyak dijumpai pada masyarakat yang mempunyai ikatan kekeluargaan dan kepercayaan yang sama. Budaya gotong royong merupakan ciri khas dan pandangan hidup yang sudah turun temurun. 

Budaya Mapalus mengandung makna suatu sikap dan tindakan keharusan untuk beraktivitas dengan mempersatukan kekuatan dan kepandaian setiap masyarakat untuk memperoleh suatu hasil yang optimal. Budaya Mapalus dianggap sebagai aktualisasi yang paling konkret tentang makna hakiki Si Tou Timou Tumou Tou, yang dapat dilihat dari sifat sosial budayanya sebagai sumber adat kebiasaan masyarakat. Konsep Budaya Mapalus diharapkan dapat dipelihara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Demikianlah perspektif budaya, tentang bagaimana melihat budaya sebagai sesuatu yang mengandung nilai-nilai luhur. Semoga bermanfaat. Inga-inga, Ting!

Sumber:


nb: tulisan ini diikutsertakan dalam Gramedia Blogger Competition


Senin, 15 Februari 2016

IPL RS Unsrat Mengkhawatirkan

MANADO – Meski berdiri tanpa memiliki AMDAL, pembangunan Rumah Sakit (RS) Unsrat terus dilakukan.

Hal ini menuai kritikan dari pemerhati lingkungan, Yesi Hendriani Supartoyo SP, salah seorang pemerhati lingkungan. Kepada beritamanado, Yesi mengatakan bahwa pembangunan rumah-sakit tanpa mengedepankan AMDAL seharusnya tidak dapat diteruskan.

Hal lain yang dikhawatirkan yaitu kondisi Instalasi Pengolahan Limbah (IPL) yang akan dibangun.

“IPLnya nanti pengolahannya gimana? Pastinya akan berdampak buruk bagi warga civitas akademika Unsrat di Fakultas Pertanian yang letaknya bersebelahan,” ujar Yesi. (mois)

ASURANSI PERTANIAN: Asosiasi Tunggu Kebijakan Menteri Baru

Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menunggu program dari kementerian pertanian yang baru terkait pelaksanaan asuransi pertanian.

Direktur Eksekutif AAUI Julian Noor mengatakan, pelaksanaan asuransi pertanian tergantung pada program kementerian pertanian. “Untuk asuransi pertanian ini memang membutuhkan peran pemerintah, industri tidak bisa berjalan sendiri,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (28/10/2014).

Menurutnya, jika pemerintahan Jokowi –JK memang ingin mencanangkan kedaulatan pangan, asuransi pertanian ini bisa menjadi alat mitigasi risiko. Dia menambahkan, jika hal tersebut dijadikan program nasional, akan banyak sekali perusahaan asuransi yang bisa terlibat. Pihaknya kemungkinan besar juga akan mengajukan adanya konsorsium.
Frans Wiyono, Senior Insurance Specialist Bank Dunia untuk Indonesia juga mengimbau pemerintah dan industri asuransi agar segera menggarap sektor pertanian dan tidak perlu takut untuk menggarap sektor tersebut.

Frans mengatakan, tingginya loss ratio dari percobaan asuransi pertanian di tiga propinsi yang digelar Kementerian Pertanian tahun lalu disebabkan oleh sedikitnya jumlah lahan yang diikutkan dalam program tersebut.

“Itu kan masih pilot, karena jumlah pesertanya sedikit, makanya loss ratio-nya tinggi,” ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini. Menurutnya, kalau program asuransi pertanian tersebut memenuhi hukum bilangan besar, maka loss ratio-nya akan semakin kecil. Alhasil, asuransi pertanian akan menguntungkan baik bagi petani maupun perusahaan asuransi.

Sebagai gambaran, pemerintah melalui Kementerian Pertanian melakukan uji coba pelaksanaan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) di musim tanam pada Oktober 2012 sampai Maret 2013. Uji coba tersebut digelar di 3 propinsi yaitu, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Selatan.

PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) bertindak sebagai pelaksana asuransi. Frans menyebutkan, tiga perusahaan pupuk juga ikut andil dalam program tersebut dengan memberi subsidi berupa pembayaran premi asuransi sebesar 80%. Sedangkan sisanya dibebankan kepada petani.

Dalam jurnal berjudul Asuransi Pertanian Sebagai Alternatif Mengatasi Risiko Usaha Tani Menuju Pertanian Berkelanjutan yang ditulis Yesi Hendriani Supartoyo, mahasiswa program doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dijelaskan beberapa kendala gagalnya program tersebut.

"Mengacu pada data Jasindo 2013, realisasi atas cakupan lahan padi yang dapat dilaksanakan oleh Jasindo luasnya hanya 623,12 hektar. Jumlah tersebut jauh dari proyeksi awal yang semula direncanakan, yakni 3.000 hektar."

Pada saat implementasi, luas lahan padi petani yang terkena kerugian panen akibat dampak puso mencapai 87,28 hektar dengan klaim yang diajukan sebesar Rp523 juta atau 467% dari nilai premi yang terbayarkan. Dalam hal ini perusahaan asuransi mengalami kerugian

Yesi Hendriani Supartoyo Pilih Bersama Keluarga




Umat muslim sedang mempersiapkan diri menjelang bulan puasa. Berbagai persiapan telah dilakukan mulai dari kesiapan fisik, hati dan pikiran. Namun setiap orang memiliki caranya masing-masing dalam menyambut bulan puasa. Bagaimana dengan wanita berparas ayu, Yesi Hendriani Supartoyo?

Menurutnya, bulan puasa adalah bulan penuh berkah yang memiliki makna tersendiri baginya. Sehingga patut dilakukan dengan baik.

“Bulan puasa ini khan hanya dilakukan setahun sekali, dan sudah menjadi keawajiban bagi setiap umat muslim untuk melaksanakan ibadah di bulan suci Ramadhan ini, ” kata wanita kelahiran Manado, 11 Oktober 1989

Penyuka bakso ini mengatakan, bulan puasa adalah moment yang paling tepat untuk lebih mendekatkan diri dengan sang pencipta, melalui ibadah dan perbuatan baik kepada sesama.

“Di bulan puasa ini, saya diajarkan untuk bisa menahan hawa nafsu dan keinginan daging, dengan menahan lapar dan dahaga serta melakukan perbuatan yang berkenan kepada Tuhan. Ini merupakan suatu bentuk ketaatan kita sebagai umat yang beriman kepada Tuhan, ” ujar wanita cantik yang akrab disapa Echi ini kepada Tribun Manado, Sabtu (14/7)

Yesi yang bercita-cita menjadi seorang pemimpin ini mengaku, sudah melakukan berbagai persiapan menjelang puasa, agar bisa berjalan lancar tanpa adanya kendala. “Saya selalu berusaha untuk melakukan puasa penuh, dan untuk mencapainya saya sudah mempersiapkannya mulai dari beberapa waktu lalu yaitu dengan menjaga kesehatan fisik, mengonsumsi makanan yang bergizi dan minum vitamin, agar ibadah puasanya bisa dilaksanakan dengan baik, ” ungkapnya.

Bicara soal pengalamannya berbuka puasa, wanita yang fasih berbahasa inggris ini memiliki cerita tersendiri. Ia akan secepatnya pulang ke rumah pada saat menjelang buka puasa. “Meskipun saya sibuk beraktivitas di luar rumah, saya selalu berusaha untuk bisa menyempatkan diri berbuka puasa di rumah bersama keluarga. karena suasana dan makna kebersamaan dalam keluarga itu lebih terasa, ” kata Echi yang hobi membaca dan browsing.

Warga Malendeng ini menjelaskan, bukan hanya fisik saja yang dipersiapkan dalam melewati bulan puasa, namun hati dan pikiran juga merupakan hal yang penting, agar ibadah yang dilakukan tidak berlalu dengan sia-sia, namun dapat memberikan dampak positif bagi pribadinya.

“Saya berusaha untuk menjaga hati dan pikiran, dengan cara fokus kepada Tuhan dan tidak mudah tergoda dengan berbagai hal yang dapat membuat puasa saya batal, ” jelas Echi yang memiliki motto always try to do the best.

Sumber: http://manado.tribunnews.com/2012/07/14/yesi-hendriani-supartoyo-pilih-bersama-keluarga