Jumat, 14 Desember 2018

Perlindungan Konsumen Merupakan Pilar Keuangan Inklusif

dok: Sekretariat DNKI
Perkembangan sektor jasa keuangan di Indonesia salah satunya didukung oleh peningkatan inklusi keuangan (akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan). Peningkatan tersebut merupakan salah satu bentuk keberhasilan pembangunan, karena sistem keuangan mampu menjangkau dan memberi manfaat lebih banyak ke masyarakat. 

Meningkatnya akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan (inklusi keuangan) merupakan agenda penting pemerintah, sesuai dengan Nawacita Presiden dan RPJMN 2015 – 2019. Akses terhadap layanan keuangan merupakan hak seluruh masyarakat Indonesia, oleh karenanya untuk mendukung hal tersebut diperlukan implementasi Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) yang terpadu guna mencapai target keuangan inklusif sebesar 75% di tahun 2019 mendatang.

Arah kebijakan jasa keuangan adalah meningkatkan pembiayaan pembangunan melalui perluasan inklusi keuangan sehingga akses keuangan masyarakat semakin meningkat. Kebijakan keuangan inklusif tersebut mencakup pilar dan fondasi SNKI beserta indikator keuangan inklusif yang didukung oleh koordinasi antar K/L atau instansi terkait serta dilengkapi dengan Aksi Keuangan Inklusif. Pilar SNKI diantaranya terdiri dari Pilar Perlindungan Konsumen yang merupakan pilar kelima.


Di satu sisi, keuangan inklusif akan sulit tercapai jika masyarakat masih antipati dalam menggunakan produk dan jasa keuangan formal karena belum adanya rasa aman dalam bertransaksi. Maka, pada tahap ini aspek perlindungan konsumen berperan sangat penting. 

Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum dan memberi perlindungan kepada konsumen jasa sistem pembayaran. Konsumen Jasa Sistem Pembayaran sendiri terdiri dari setiap pihak individu yang memanfaatkan jasa sistem pembayaran dari penyelenggara untuk kepentingan diri sendiri dan tidak untuk diperdagangkan.

Ruang lingkup perlindungan konsumen antara lain: 1) Instrumen pemindahan dan penarikan dana; 2) APMK (Kartu Kredit, Kartu ATM atau Debet); 3) Transfer dana; 4) Uang elektronik; 5) Penyediaan dan penyetoran uang rupiah; dan 6) Penyelenggaraan sistem pembayaran lainnya. 

dok: bi.go.id/
Fungsi perlindungan konsumen antara lain: 1) Edukasi, memberikan pemahaman produk sistem pembayaran kepada masyarakat; 2) Konsultasi, mengenai permasalahan penggunaan; 3) Produk sistem pembayaran; dan 4) Fasilitasi, upaya penyelesaian terhadap sengketa perdata antara konsumen.

Praktik perlindungan konsumen dapat dijalankan melalui beberapa cara diantaranya ialah: 1) Memastikan produk dan jasa keuangan aman untuk digunakan oleh konsumen; 2) Memberikan edukasi kepada konsumen mengenai berbagai produk dan jasa keuangan; dan 3) Menyediakan sarana penerimaan pengaduan jika konsumen merasa dirugikan.

Ketentuan terkait perlindungan konsumen juga telah diatur dalam berbagai regulasi, diantaranya yaitu UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen dan Peraturan BI Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran.

Ruang lingkup Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran berdasar Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 adalah: 1) Penerbitan instrumen pemindahan dana dan/atau penarikan dana; 2) Kegiatan transfer dana; 3) Kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu; 4) Kegiatan uang elektronik; 5) Kegiatan penyediaan dan/atau penyetorang uang Rupiah; dan 6) Penyelenggaraan sistem pembayaran lainnya yang akan ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia.
dok: bi.go.id/
Bank Indonesia selaku regulator dalam sistem pembayaran terus mengedepankan aspek keamanan dan perlindungan konsumen serta iklim usaha yang kondusif untuk menciptakan industri teknologi finansial yang mampu mendukung perekonomian nasional. 
Semakin maju suatu negara atau masyarakat maka karakteristiknya ialah semakin beragam produk dan jasa keuangan yang beredar di masyarakat. Semua produk dan jasa keuangan ini harus dipercaya oleh masyarakat agar mereka tidak ragu untuk menggunakannya
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Bapak Prasetyo Hendradi selaku Kepala Grup Pengembangan Surveilans dan Perlindungan Konsumen, Bank Indonesia pada suatu kesempatan ketika tim Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif melakukan kunjungan dan wawancara singkat dengan beliau kaitannya dengan isu perlindungan konsumen. 

dok: Sekretariat DNKI
Berkenaan dengan penerapan kebijakan sistem pembayaran elektronik, masih ditemukan beberapa kendala diantaranya menyangkut masalah perlindungan konsumen yang dirasa masih belum sempurna. Sebut saja beberapa kendala di lapangan seiring dengan makin maraknya kasus pembobolan bank yang menyangkut masalah e-Banking.

Belum lekang dari ingatan tentang kasus perbuatan ilegal pencurian uang nasabah melalui modus skimming yang cukup menyita perhatian masyarakat beberapa waktu yang lalu. Skimming merupakan tindakan pencurian informasi, baik dari kartu debit maupun kartu kredit dengan cara menyalin informasi yang terdapat pada strip magnetik kartu debit atau kartu kredit secara ilegal sehingga pelaku memiliki kendali atas rekening korban.

dok: bi.go.id/
Bank Indonesia selaku lembaga yang berwenang dalam sistem pembayaran bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas PUJK, telah merespon kasus skimming dengan mendorong pembentukan tim khusus. Bahkan, telah dijalin kerjasama antar sejumlah lembaga perbankan dengan pihak aparat berwajib guna menanggulangi permasalahan tersebut. Usaha ini tentunya akan menjadi semakin baik jika dibentuk usaha bersama (collective effort) dari banyak pihak sehingga kasus tersebut dapat ditindaklanjuti secara cepat dan efisien. 

“Inisiatifnya bagus yakni untuk membentuk semacam task force lintas departemen. Tidak hanya OJK, Bank Indonesia dan Polri, tetapi juga bea cukai, imigrasi dan lembaga lain. Langkah ini dapat menjadi solusi kedepan agar skimming tidak dengan mudah terjadi. Tantangannya sekarang adalah bagaimana menyatukan seluruh elemen task force ini”, ungkap Pak Pras
Bentuk perlindungan konsumen dan masyarakat yang telah dilakukan ialah secara preventif (pencegahan) dan refresif (penyelesaian permasalahan). Upaya perlindungan konsumen diantaranya melalui hotline financial customer area, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat melalui media massa dan kewajiban pelaksanaan edukasi dan perlindungan konsumen oleh lembaga keuangan.

Akhir kata, strategi yang diperlukan diantaranya ialah dengan membentuk budaya perlindungan konsumen yang menjadi tanggung jawab dan perhatian semua pihak. Bank Indonesia sesuai kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, selain mengatur aspek kelembagaan dan mekanisme, mengatur pula ketentuan dari aspek Perlindungan konsumen dan mengawasi implementasi terhadap aturan tersebut.

Industri jasa Sistem Pembayaran berkewajiban untuk melaksanakan aturan-aturan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip Perlindungan Konsumen, sedangkan dari sisi masyarakat juga turut berperan serta untuk menjadi masyarakat yang kritis dan peduli pada Perlindungan Konsumen.

Pasalnya, Perlindungan Konsumen diciptakan dengan mengakomodasi prinsip Perlindungan Konsumen yang berlaku sebagai standar internasional, yang meliputi prinsip keadilan dan keandalan, transparansi, perlindungan data pribadi serta penanganan dan penyelesaian pengaduan konsumen secara efektif.

Terkait dengan penyampaian pengaduan dalam rangka perlindungan konsumen dapat disampaikan melalui Portal Nasional Perlindungan Konsumen oleh Bank Indonesia. Pengaduan konsumen dapat disampaikan melalui: 1) Contact center BI Call and Interaction (BICARA) melalui nomor 131; 2) Email: bicara@bi.go.id; 3) Fax: 021 – 3861458; dan 4) Surat: Visitor Center, Lt. 1 Menara Sjafruddin Prawiranegara Bank Indonesia, Jl. M.H Thamrin No. 2 Jakarta Pusat 10350. 

Referensi: 
  • Lampiran Pidato Presiden Republik Indonesia. 2018.
  • Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen
  • Peraturan BI Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran
  • Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif. “Urgensi Perlindungan Konsumen dalam Mendukung Keuangan Inklusif”. Buletin Strategi Nasional Keuangan Inklusif April 2018 Edisi III, Halaman 1 – 2
  • Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif. “Tak Perlu Lagi Khawatir Skimming”. Buletin Strategi Nasional Keuangan Inklusif April 2018 Edisi III, Halaman 3 – 4
  • UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 
Cat: tulisan diikutsertakan dalam Bank Indonesia Blog Competition

dok: bi.go.id/

Rabu, 12 Desember 2018

Digitalisasi Pasar Rakyat: e-Retribusi Dukung Smart City

Smart Card e-Retribusi (dok: pribadi)
Kerangka umum pembangunan infrastruktur dalam RPJMN 2015 – 2019 diantaranya menitikberatkan pada infrastruktur perkotaan berbasis pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk mendukung pengembangan Smart City. Adapun upaya yang telah dilakukan khususnya oleh Kementerian Perdagangan diantaranya dengan meluncurkan program kegiatan “Digitalisasi Pasar Rakyat” melalui program e-Retribusi guna mewujudkan Smart City. 


Program e-Retribusi juga bertujuan untuk meningkatkan upaya: 1) Efisiensi; 2) Transparansi; 3) Tertib administrasi; 4) Meningkatkan kepercayaan pedagang; 5) Membudayakan menabung; dan 6) Membangun kesadaran pedagang. Berkenaan dengan hal tersebut, manfaat e-Retribusi ialah untuk: 1) Mempermudah membayar retribusi; 2) Transaksi yang akuntabel; 3) Realtime Incoming Report; 4) Mudah diakses lewat media elektronik; 5) Tidak ada penyimpangan; dan 6) Meningkatkan PAD.

Landasan e-Retribusi tertuang dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengelolaan Pasar Rakyat yang membahas tentang prosedur kerja pungutan retribusi melalui bank (e-Retribusi). Tujuan prosedur tersebut ialah: 1) Menjamin terlaksananya semua kegiatan penerimaan uang retribusi pasar dan retribusi lainnya sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh organisasi (pasar); 2) Menjamin terlaksananya aspek pengawasan (control) intern seluruh kegiatan pembayaran, berupa vertifikasi, validasi dan persetujuan yang memadai, sesuai ketentuan di dalam organisasi pasar; dan 3) Menghindari beredarnya uang secara fisik di pasar. 


Secara teknis, perlengkapan yang digunakan ialah: 1) Buku catatan tentang data pedagang; 2) Buku catatan keuangan; 3) Mesin e-retribusi (disediakan oleh bank); dan 4) ATK. Secara singkat penjelasan tentang prosedur e-Retribusi ialah: 1) Pada tahapan SOP ini dibutuhkan komitmen dari pedagang salah satunya pedagang/penyewa menandatangani surat perjanjian pakai/sewa; 2) Pembayaran sewa/retribusi dapat dilakukan per hari, 1 bulan dimuka, apabila pembayaran 1 bulan dimuka maka dibayar setiap tanggal 1 s/d 10 sesuai dengan retribusi yang telah ditetapkan; 3) Pedagang/penyewa membayar melalui bank yang ditunjuk ke rekening pasar; 4) Bukti setor bank difotokopi dan diserahkan ke pengelola pasar; 5) Untuk setiap pembayaran retribusi diterbitkan kuitansi resmi dari pihak pengelola pasar; dan 6) Pengelola pasar mencatat semua pembayaran retribusi di dalam buku catatan keuangan.

Digitalisasi pasar rakyat khususnya menampilkan keunggulan CMS e-Retribusi diantaranya yaitu: 1) Tidak perlu uang tunai; 2) Tidak perlu menggunakan uang kembalian; 3) Meminimalisir kebocoran;dan 4) Praktis, cepat dan mudah. Metode Cashless Management System (CMS) sendiri terdiri dari: 1) e-Money Card (taping mesin); 2) Auto debet (buku tabungan bank); dan 3) Asppay (Asparindo payment – aplikasi HP).

Pada intinya, e-Retribusi terdiri dari: 1) Sistem aplikasi; 2) Pembayaran elektronik; dan 3) Bekerjasama dengan perbankan. Adapun pendaftaran dan mekanisme e-Retribusi sebagaimana ditampilkan berikut ini:

Pendaftaran dilakukan oleh para pedagang sebagai pihak yang wajib retribusi. Para pedagang lalu melakukan pengisian form pembukaan rekening (secara kolektif). Selanjutnya, para pedagang akan menerima produk tabungan dan Smart Card/Kartu e-Retribusi.

dok: Kementerian Perdagangan
Jadi, mekanismenya setelah pendaftaran aplikasi, wajib retribusi/pedagang akan memperoleh kartu e-Retribusi. Pedagang yang melakukan pembayaran melalui Tap Reader Machine yang merupakan sistem pembayaran CMS. Hal ini menjadi bagian e-Retribusi dari Dinas Perdagangan. Selanjutnya, pedagang akan memperoleh bukti transaksi wajib retribusi/pedagang.

dok: Kementerian Perdagangan
Berkenaan dengan hal tersebut, kami baru saja menghadiri kegiatan “Rapat Koordinasi Penerapan E-Payment/E-Retribusi di Pasar Rakyat” yang diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan pada 12 Desember 2018. Kami mengunjungi Pasar Agung Peninjoan yang berlokasi tepatnya di Desa Adat Peninjoan, Peguyangan Kangin – Denpasar Utara. Mengingat bahwa pasar tersebut telah memperoleh SNI.

dok: pribadi
Sosialisasi terkait penerapan e-Retribusi dilakukan oleh bank BPD Bali. Pihak perbankan menjelaskan tentang pengembangan e-Retribusi dan memberikan demo singkat tentang penggunaan mesin EDC dan Smart Card yang berfungsi sebagai kartu e-Retribusi. Berikut merupakan metode pembayaran retribusi oleh pedagang pasar kepada pengelola pasar:

Sistem pembayaran Cashless Management System (CMS) Taping 
Sistem pembayaran CMS Taping dilakukan dengan menggunakan mesin EDC Bluetooth dan Smart Card e-Retribusi.

dok: pribadi
Sistem pembayaran Autodebet
Autodebet adalah pembayaran elektronik yang dibuat langsung dari rekening bank, biasanya pada tanggal yang telah ditentukan. Autodebet akan dilakukan langsung melalui rekening BSA yang dimiliki oleh para pedagang pasar. 

dok: pribadi
Sistem pembayaran Aplikasi Android 
Pihak Bank BPD Bali telah mengembangkan aplikasi e-Retribusi yang menjadi sistem pembayaran non tunai untuk transaksi retribusi (service charge) dan transaksi perdagangan melalui aplikasi di Handphone dengan sistem scan.

dok: pribadi
Akhir kata, pemerintah dan lembaga terkait telah mengupayakan sistem pembayaran cashless dengan menggunakan QR Code. Pihak Bank BPD Bali juga telah berencana di tahun 2019 tidak hanya mengupayakan gerakan non tunai (cashless), melainkan juga non kartu (cardless). Sehingga digitalisasi pasar rakyat baik oleh pedagang pasar maupun pengelola pasar akan dapat mendukung segera terwujudnya Smart City di berbagai lini.

Rabu, 21 November 2018

#KAI Menuju Tata Kelola Berkelanjutan Kereta Api Indonesia: 4 Fakta Transformasi Inovatif

Logo KAI (dok: pribadi)
Sebagai seseorang yang terlahir dan besar di tanah Sulawesi tepatnya di Manado, Provinsi Sulawesi Utara, hikmah dari keputusan saya untuk merantau ke Pulau Jawa sejak 2012 silam diantaranya ialah dapat merasakan secara langsung serta berkesempatan menggunakan jasa layanan Kereta Api Indonesia. Saya merasa sangat bersyukur dan beruntung! Kenapa? Karena di Manado tidak (atau belum) ada kereta api!

Juni 2014, merupakan kali pertama saya menggunakan jasa Kereta Api Indonesia. Kereta “Senja Solo” menjadi pilihan saya menuju Yogyakarta kala itu. Menempuh perjalanan sekitar 8 jam lamanya dari Jakarta, saya tiba di Yogyakarta pukul 5 dini hari. Menjadi pengalaman yang tak terlupakan ketika harus sholat subuh sambil duduk di dalam kereta api. Pengalaman naik kereta api memang sangat berkesan, hingga akhirnya moda transportasi kereta api terus menjadi pilihan saya hingga kini, bahkan ketika melakukan perjalanan dinas sekalipun.

Oleh karenanya, ijinkan saya membagi sedikit kisah dalam catatan perjalanan saya di bulan November 2018 dimana saya berkesempatan melakukan perjalanan pulang-pergi ke beberapa daerah di Pulau Jawa diantaranya Pekalongan dan Semarang dengan menggunakan moda transportasi Kereta Api Indonesia. Saya mencoba beraneka jenis nama Kereta Api Indonesia dan beraneka  jenis kelas kereta api mulai dari kelas Ekonomi hingga Eksekutif.

Pertama, PP Jakarta – Pekalongan dengan KA Bangunkarta dan KA Menoreh

Pada 2 November 2018 silam, saya dan suami menuju ke Pekalongan dalam rangka perjalanan dinas dengan menggunakan Kereta Api “Bangunkarta”. Kami berangkat dari Stasiun Gambir sekitar pukul 15.00 dan mengambil kelas Eksekutif. Waktu keberangkatan Kereta Api Indonesia sangat tepat waktu. Selain itu, perjalanan terasa sangat nyaman karena tempat duduk di kelas Eksekutif yang lega, AC yang dingin, selimut yang hangat dan tentu saja teman perjalanan yang sangat menyenangkan. Pikir saya, kapan lagi menempuh perjalanan dinas sembari ditemani suami? Haha. 


e-tiket KA Bangunkarta (dok: pribadi)

Setibanya di Stasiun Pekalongan sekitar pukul 19.45, kami bergegas menuju penginapan dan untungnya letak hotel yang kami pesan sebelumnya, berada persis di seberang Stasiun. Alhamdulillah! Kami tinggal menyeberang jalan dan sampai di tempat tujuan untuk segera beristirahat dan melanjutkan aktivitas kegiatan di keesokan harinya.

Menempuh perjalanan bersama suami dengan menggunakan layanan KAI (dok: pribadi)
Lalu, pada 4 November kami kembali ke Jakarta dan bertolak dari Stasiun Pekalongan pada pukul 09.22 dengan menggunakan Kereta Api “Menoreh” dengan tujuan Stasiun Pasar Senen (tiba pukul 14.30). Kali ini, kami mengambil kelas Ekonomi. Ya, tentu saja terdapat sedikit perbedaan antara kelas Ekonomi dan kelas Eksekutif. Semisal, tempat duduk yang tidak begitu lega dan tentu saja tidak memperoleh selimut. Untuk bantal sendiri, pihak Kereta Api Indonesia memberikan kesempatan kepada penumpang untuk menyewa bantal seharga Rp 7.000 per sepanjang perjalanan hingga tiba di tujuan.

e-tiket KA Menoreh (dok: pribadi)
Terlepas dari itu semua, pelayanan Kereta Api “Menoreh” kelas Ekonomi sangatlah baik. Terlihat dari keramahan pegawainya dan toilet yang sangat bersih! Satu hal yang menarik, yaitu pada hari Minggu tersebut terlihat para pegawai Kereta Api tersebut tampil lebih casual dan stylish dengan pakaian yang dikenakan. 

KA Menoreh (dok: pribadi)
Suasana Stasiun Pekalongan (dok: pribadi)
Suasana KA Menoreh kelas ekonomi (dok: pribadi)
Lalu, bertepatan dengan jam makan siang kami disuguhkan menu makan siang dengan beragam pilihan. Saya dan suami memilih menu Nasi Goreng Parahyangan seharga Rp 35 ribu. 

Menu makan siang di KA Menoreh, Nasi Goreng Parahyangan (dok: pribadi)
Oya, terkait dengan pemesanan tiket Kereta Api Indonesia sangatlah mudah karena sekarang setiap calon penumpang dapat melakukan pemesanan melalui aplikasi “KAI Access” secara online. Setelah melakukan pemesanan, kita akan memperoleh e-tiket yang dilengkapi dengan kode pemesanan. Nah, e-tiket yang berisi barcode inilah yang nantinya di-scan dan dicetak sebagai boarding pass pada Check In Counter. Adapun mesin cetak tersebut tersedia di setiap Stasiun pemberangkatan. 

KAI Access dalam genggaman (dok: pribadi)
Kedua, PP Jakarta – Semarang dengan KA Sembrani 48 dan KA Argo Bromo Anggrek 1

Selang beberapa hari kemudian, tepatnya pada 9 November kami kembali melakukan perjalanan dengan menggunakan layanan Kereta Api Indonesia. Kali ini kami menuju ke Semarang dengan menggunakan Kereta Api “Sembrani 48” dan memilih kelas Eksekutif dengan waktu keberangkatan pukul 19.15 dari Stasiun Gambir.

e-tiket KA Sembrani 48 (dok: pribadi)
Serupa dengan Kereta Api “Bangunkarta” kelas Eksekutif, fasilitas yang kami peroleh sangat menjamin kenyamanan terutama tempat duduk yang lega. Setidaknya, di Kereta Api “Sembrani”, selimut sudah tersedia di tempat duduk, lengkap dengan bantal dan yang menyenangkannya lagi terdapat meja lipat yang memudahkan kami untuk menaruh makanan, minuman dan/atau laptop bila hendak mengetik.

Tempat duduk yang lega dan tempat menaruh minuman, sangat praktis (dok: pribadi)
Meja lipat KA Sembrani kelas eksekutif (dok: pribadi)
Tempat charge gadget (dok: pribadi)
Selimut yang hangat (dok: pribadi)
Kami tiba di Stasiun Tawang Semarang sekitar pukul 01.27 dini hari dan langsung menuju ke rumah untuk beristirahat. Malam sudah cukup larut, tapi untungnya kami langsung memperoleh taksi yang mengantarkan kami ke tujuan. Kami pun segera beristirahat untuk melanjutkan kegiatan di esok hari.

Tiba di Stasiun Tawang Semarang (dok: pribadi)
Selanjutnya, bertepatan dengan tanggal cantik yaitu 11 November, saya kembali ke Jakarta dengan menggunakan Kereta Api “Argo Bromo Anggrek 1” kelas Eksekutif. Saya bertolak dari Stasiun Tawang Semarang sekitar pukul 11.30 dan diperkirakan tiba di Stasiun Gambir Jakarta sekitar pukul 17.00. 

e-tiket KA Argo Bromo Anggrek 1 (dok: pribadi)
Sebenarnya, ada satu cerita menarik yang saya alami sepanjang perjalanan Semarang – Jakarta. Bukan hanya karena saya memutuskan untuk membeli makan siang dengan menu pilihan Nasi Ayam Geprek di kereta api, melainkan juga karena saya melakukan perjalanan kembali ke Jakarta seorang diri tanpa didampingi suami.

Menu makan siang di KA Argo Bromo Anggrek 1, Nasi Ayam Geprek (dok: pribadi)
Jadi ceritanya, sekitar pukul 11.20 kereta tiba di Stasiun Tawang Semarang, saya bergegas menaiki kereta api dan menuju ke Gerbong 8 untuk duduk di kursi 8D (dekat jendela). Setibanya di kursi tersebut, ternyata sudah ada seorang ibu beserta anak laki-lakinya yang menduduki kursi tersebut.

Sontak saya bingung dan kaget, karena ibu tersebut mengambil tempat duduk orang lain. Belum sempat saya menanyakan lebih lanjut, ibu tersebut lantas memegang tangan saya dan sembari memohon untuk bertukar tempat duduk dengan alasan anaknya. Saya lalu bertanya tempat duduknya yang sebenarnya dimana dan ibu tersebut menunjuk di kursi nomor 10. Baiklah, saya lalu mengiyakan dan ibu tersebut mengucapkan terimakasih. Saya menjadi tak tega juga karena dia seolah memelas. Saya kemudian menuju ke kursi yang dimaksud, dan mulai menata barang-barang.

Sebagai informasi, penumpang di samping saya ialah seorang bapak-bapak berbadan (maaf) gemuk. Ya, saking gemuknya dia mengambil alih tempat sanggahan tangan yang membatasi tempat duduk kami berdua. Belum selesai sampai disitu, selang beberapa jam perjalanan tiba-tiba bapak tersebut mendengkur. Saking kerasnya suara dengkuran, hingga membuat beberapa penumpang sontak melihat ke arah kami.

Saya yang masih terjaga seketika langsung mengambil headset dan mendengarkan lagu untuk mengantisipasi gangguan yang terjadi. Saya juga berharap penumpang lainnya melakukan hal yang sama, alih-alih menggerutu dan/atau mengeluhkan suara dengkuran yang cukup mengganggu tersebut. Akhirnya, selang beberapa waktu si (maaf) pendengkur tersebut terbangun dan kemungkinan besar tersadar bahwa suara dengkurannya cukup mengganggu orang di sekitar. Syukurlah!

Beragam cerita dapat kita temukan dalam perjalanan, terlebih ketika naik kereta api yang notabene menempuh waktu perjalanan berjam-jam lamanya. Lantas, apa saja fakta terkait perkembangan Kereta Api Indonesia di tanah air yang dapat saya rangkum selang enam tahun belakangan ini? Berikut merupakan cuplikannya!

“Anda adalah Prioritas Kami” Selama 73 Tahun!

Beroperasi sejak 73 tahun yang lalu, tepatnya pada 28 September 1945, PT Kereta Api Indonesia (Persero) memegang teguh slogan yang berbunyi “Anda adalah Prioritas Kami”. Dan benar adanya, dari tahun ke tahun pengguna transportasi darat kereta api terus mengalami tren kenaikan seiring makin membaiknya layanan perkeretaapian. Meski demikian, moda transportasi ini belum mampu melayani seluruh wilayah di tanah air dan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera saja. 


Kereta Api, Primadona Moda Transportasi Darat

Kereta api menjadi primadona moda transportasi darat pilihan masyarakat Indonesia. Hal ini tentu menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang menyelenggarakan jasa angkutan kereta api. Layanan PT Kereta Api Indonesia (Persero) sendiri diantaranya meliputi angkutan penumpang dan barang. 


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tercatat bahwa jumlah pengguna jasa layanan kereta api untuk periode Januari-Juli 2018 terdiri dari pemakai jasa kereta api sebanyak 242,93 juta penumpang yang diantaranya terdiri dari pemakai jasa kereta api Jawa non Jabodetabek sebanyak 43,96 juta penumpang, dan di wilayah Sumatera sebanyak 4,47 juta penumpang.

“KAI Access”, Terobosan Inovatif Aplikasi Layanan Digital

Adapun terobosan inovatif dari layanan Kereta Api Indonesia ialah tersedianya aplikasi layanan digital yang disediakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang bernama “KAI Access”. KAI Access merupakan aplikasi mobile resmi yang dikeluarkan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk memesan tiket kereta api secara online. Aplikasi ini bertujuan memberikan kemudahan bagi masyarakat guna mengakses layanan kereta api baik kelas eksekutif, bisnis maupun ekonomi dimanapun dan kapanpun berada.


Melalui terobosan mutakhir tersebut, diharapkan kedepan Kereta Api Indonesia akan terus berbenah dan bertahan di era digital melalui transformasi dan inovasi kereta api tanah air baik dari segi layanan, fasilitas, sumber daya manusia, tingkat keselamatan maupun infrastruktur. Penerapan early warning system guna meminimalisir terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan juga dapat diterapkan untuk meningkatkan performa keselamatan perkeretaapian tanah air.

Menuju Good Governance Company 2017 – 2019 dan Good Sustainability Corporate 2020 – 2022

Berkenaan dengan hal tersebut, terkait harapan perkeretaapian dari segi teknologi, praktik tata kelola juga layak menjadi perhatian dan lantas memainkan perannya tersendiri. PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang perkeretaapian tanah air telah memiliki komitmen dalam menerapkan road map praktik tata kelola pemerintahan.


Setelah Good Corporate Governance pada tahun 2012 – 2016 terlaksana dengan baik, maka terus diupayakan terlaksananya Good Governance Company pada tahun 2017 – 2019. Serta menjadi Good Sustainibility Corporate pada tahun 2020 – 2022 mendatang. Sehingga dapat terciptanya praktik tata kelola yang berkelanjutan. Smart trains for smart future! 

Ayo naik kereta!

Cat: tulisan diikutsertakan dalam Rail Blogger Contest oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero)

dok: https://www.kai.id/

Sabtu, 10 November 2018

Optimalisasi Dana Desa, Wujudkan Masyarakat Sejahtera dan Berdaya

Reformasi kebijakan fiskal didorong dengan cara mengoptimalkan pendapatan negara dan meningkatkan kualitas belanja negara yang diantaranya dilakukan melalui inovasi peningkatan alokasi dan pemanfaatan serta efektivitas belanja Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) secara proporsional. 

Hal ini terlihat dari rekap per kecamatan progres penyaluran Dana Desa tahun 2015 yang menunjukkan bahwa total penggunaan Dana Desa sesuai bidang kegiatan yaitu: Penyelenggaraan pemerintahan desa; Pelaksanaan pembangunan desa; Pembinaan kemasyarakatan; dan Pemberdayaan masyarakat telah cukup berjalan dengan baik. Pada dasarnya, Program Dana Desa bertujuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi pedesaan serta mengurangi kesenjangan dengan perkotaan. 


Pada tahun 2017 silam, pemerintah telah menganggarkan sekitar Rp 60 triliun untuk Dana Desa. Rata-rata per desa mendapatkan Rp 800,4 juta. Wilayah Jawa mendapatkan porsi Dana Desa terbesar sekitar Rp 18,6 triliun. Seiring dengan hal tersebut, Pemerintah pun mengeluarkan aturan teknis mengenai pemanfaatan Dana Desa untuk memastikan penggunaan Dana Desa menghasilkan stimulus fiskal yang maksimal.

dok: https://databoks.katadata.co.id
Bila dirinci lebih lanjut, maka pemanfaatan Dana Desa tahun 2015 – 2017 diantaranya ialah: 1) Menunjang aktivitas ekonomi masyarakat Desa yaitu: Pembangunan jalan desa sepanjang 123.858 Km, Pembangunan jembatan sepanjang 791.258 Km, Pembangunan sarana olahraga sebanyak 3.111 unit, Pembangunan tambatan perahu sebanyak 2.960 unit, Pembangunan embung sebanyak 1.971 unit, Pembangunan irigasi sebanyak 28.830 unit, Penguatan dan penyertaan permodalan BUM Desa sebanyak 26.750 kegiatan, dan Pembangunan Pasar Desa sebanyak 6.576 unit; 

Serta, tujuan pemanfaatan lainnya ialah: 2) Meningkatkan kualitas hidup masyarakat Desa yaitu: Pembangunan penahan tanah sebanyak 67.094 unit, Pembangunan sarana air bersih sebanyak 38.331 unit, Pembangunan drainase sebanyak 38.217,065 meter, Pembangunan sumur sebanyak 31.122 unit, Pembangunan Posyandu sebanyak 11.574 unit, Pembangunan Polindes sebanyak 5.402 unit, dan Pembangunan PAUD sebanyak 18.177 unit. 

Berkenaan dengan hal tersebut, sebagaimana informasi yang tercantum dalam Lampiran Pidato Presiden Republik Indonesia tahun 2018, bahwa realisasi TKDD hingga Juni 2018 sebesar Rp 385,57 triliun atau 50,33 persen dari pagu APBN 2018. Dari realisasi TKDD tersebut, penyaluran Dana Desa sebesar Rp 35,86 triliun atau mencapai 59,83 persen terhadap target APBN 2018. Pun, dalam empat tahun terakhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, alokasi Dana Desa mencapai Rp 187 triliun dengan penyerapan diperkirakan mencapai Rp 181 triliun hingga akhir tahun 2018. 

dok: https://databoks.katadata.co.id
Meningkatnya realisasi penyerapan dana dipicu oleh percepatan implementasi karya tunai (cash for work) sejak awal tahun 2018. Pasalnya, Presiden Joko Widodo menetapkan bahwa Dana Desa difokuskan untuk proyek padat karya mulai Januari 2018 sehingga bermanfaat bagi rakyat di desa. Oleh karenanya, peruntukan dana tersebut bukan hanya untuk membeli bahan bangunan, tetapi juga untuk membayar upah pekerja. 

Hal ini tak ayal membuat penyaluran Dana Desa selang empat tahun belakangan ini mampu mengurangi jumlah penduduk miskin pedesaan sebesar 1,57 juta jiwa menjadi 15,8 juta jiwa pada Maret 2018. Menyusutnya jumlah penduduk miskin tersebut membuat angka kemiskinan penduduk pedesaan juga turun menjadi 13,2% pada Maret 2018. 


Kabar baiknya, berdasarkan pokok pembahasan dalam APBN 2019 yang mengusung tema “Mendorong Investasi dan Daya Saing melalui Pembangunan Sumber Daya Manusia” oleh Kementerian Keuangan, disebutkan bahwa peningkatan TKDD untuk mendukung kebutuhan pendanaan pelayanan publik di daerah disertai prinsip Value for Money. 

dok: Kemenkeu
Maka diperkirakan anggaran Dana Desa di tahun 2019 akan meningkat dan diiringi dengan harapan agar Dana Desa dapat digunakan untuk meningkatkan layanan publik, mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa dan mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa. 

dok: Kemenkeu
Kedepan, arah kebijakan dan strategi terkait dengan optimalisasi pengelolaan Dana Desa guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat diantaranya ialah melalui pengawalan implementasi UU No.6/2014 dengan strategi supervisi dan pemantauan penggunaan Dana Desa dan alokasi Dana Desa. Pemerintah perlu mendorong akuntabilitas pengelolaan Dana Desa melalui penguatan kapasitas aparat desa dan implementasi sistem keuangan desa. 

Perbaikan tata kelola Dana Desa perlu terus dioptimalkan untuk membangun infrastruktur agar dapat meningkatkan kualitas hidup dan perekonomian masyarakat desa. Diantaranya dengan mempersingkat mekanisme pencairan, meningkatkan afirmasi untuk desa tertinggal, dan meningkatkan mekanisme pendampingan/pengawasan. 

Guna mewujudkan pembangunan desa yang efektif, pemerintah telah melakukan langkah evaluasi terkait pelaksanaan kebijakan. Hal ini tentunya seiring sejalan dengan prioritas Dana Desa untuk membiayai pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan kemajuan desa. 

Di satu sisi, pelaksanaan anggaran Dana Desa harus diimbangi dengan peningkatan kualitas aparatur pemerintah daerah dan desa untuk merancang dan mengelola penggunaan Dana Desa serta meningkatkan partisipasi aktif dari masyarakat desa. Semata agar terjadi peningkatan kualitas layanan publik di daerah, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, serta untuk mengurangi ketimpangan antar daerah. 

Ayo, wujudkan desa menjadi pusat perekonomian baru! 

Referensi: 
  • Lampiran Pidato Presiden Republik Indonesia. 2018 
  • Kementerian Keuangan. Konferensi Pers APBN 2019 
  • PMK 121/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. http://www.djpk.kemenkeu.go.id/?p=9192   
  • https://databoks.katadata.co.id/
Cat: Penulis merupakan Program Manager di Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif.

Senin, 13 Agustus 2018

Pendidikan Keluarga Era Kekinian: Keluarga Hebat, Keluarga Terlibat

T: Gue pernah di-bully waktu SD. Gue diludahi dan dipalak setiap pulang sekolah. 
D: Loe tau nggak? Payu**ra gue pernah diremas teman sekelas waktu SMP. 
Topik obrolan istirahat makan siang kali ini terasa agak “jadul”. Pasalnya, di sela-sela obrolan makan siang bersama beberapa teman kantor, kami menyempatkan diri untuk bernostalgia tentang memori masa kanak-kanak yang terbilang cukup suram. Saya pribadi merasa bahwa apa yang dialami oleh T maupun D juga kerap terjadi pada setiap anak kecil, tidak terkecuali saya


Lingkungan sekolah sudah selayaknya menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk penyelenggaraan pendidikan dan keluarga tentu saja harus terlibat didalamnya bekerjasama dengan multi pihak untuk mencegah terciptanya anak-anak yang berpeluang besar berperan sebagai pelaku maupun korban. Karena ada saat dimana para anak kecil tersebut mengalami perlakuan yang tidak sepatutnya dan kemudian mereka merasa bingung bercampur takut untuk mengadu kepada siapa. 

Oleh karenanya, diperlukan kepekaan pihak keluarga untuk melibatkan diri khususnya terkait dengan upaya penyelenggaraan pendidikan di era kekinian  dan serba digital seperti sekarang ini. Perlunya upaya memahami dan komitmen yang tinggi untuk mewujudkan insan cerdas masa depan. Penyelenggaraan pendidikan baik di lingkungan sekolah maupun umum membutuhkan peran serta dan keterlibatan keluarga.

 
Hal ini pun didukung oleh data bahwa Generasi Z atau Gen Z merupakan konsumen yang sangat potensial. Di usianya yang masih muda (10-19 tahun), mereka dapat memengaruhi keputusan keluarga dalam membeli produk. Bayangkan saja! di usia yang masih belia, perananannya begitu berarti di tengah keluarga. Tentu dari segi bisnis cukup menggiurkan karena Gen Z merupakan aset masa depan yang menjadi incaran para pelaku industri pemilik brand (merk). 

Tak ayal, hal ini menjadi satu hal yang menarik untuk dipahami khususnya tentang perilaku dan kebiasaan para Gen Z. Di satu sisi, keluarga perlu berupaya lebih keras untuk melibatkan diri dan mengambil peranan. Pasalnya, di tengah era jaman now seperti saat ini ancaman teknologi sangat berpengaruh terhadap ketahanan keluarga. Terkait hal tersebut, pihak Parlemen khususnya Komisi VIII DPR RI telah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang bertujuan agar setiap keluarga menjadi kokoh terhadap segala permasalahan mengingat sistem moral yang kuat harus dimulai dari lingkungan keluarga. 

Berkenaan dengan hal tersebut, maka arah kebijakan dimensi pembangunan manusia dan masyarakat mencakup diantaranya tentang pembangunan pendidikan khususnya pendidikan keluarga. Adapun kehidupan keluarga sebagai lingkungan pendidikan keluarga membahas arti pendidikan keluarga, tujuan pendidikan keluarga, proses pendidikan dalam keluarga dan lingkup pendidikan dalam lingkungan keluarga. Disinilah peran serta keterlibatan keluarga sangat diperlukan dalam upaya penyelenggaraan pendidikan di era kekinian. 


Oleh karenanya, pendidikan keluarga mengandung makna pendidikan di dalam keluarga yaitu pendidikan yang berlangsung di dalam keluarga terhadap anak-anak yang lahir di dalam keluarga atau anak-anak yang menjadi tanggungan keluarga. Keluarga sebagai lembaga sosial terkecil berkembang menjadi diantaranya lembaga pendidikan yang perlu dijalankan di dalam arah dan tujuan mencapai keluarga bahagia dan sejahtera. 

Adapun permasalahan yang mengemuka sebelumnya merupakan bagian kecil dari belum optimalnya fungsi keluarga sebagai tatanan hidup yang merupakan dampak dari pertumbuhan masyarakat dewasa ini. Sehingga hal ini perlu menjadi perhatian bagi para pengelola pendidikan untuk selalu memperhatikan gejala perubahan masyarakat yang diimbangi dengan upaya untuk terus menerus memberikan informasi tentang cara melaksanakan pendidikan dalam keluarga dengan sebaik mungkin guna meningkatkan budi pekerti dan martabat manusia. 

Sehingga perlu membangun komunikasi yang efektif antara orang tua dengan pihak sekolah (baca: disini). Pelibatan keluarga dalam pendidikan anak di sekolah akan terlaksana bila telah terbangun komunikasi yang efektif antara pihak sekolah dan orangtua. Komunikasi akan lebih efektif bila terbangun komunikasi dua arah. 


Fungsi pendidikan memiliki hubungan yang erat dengan masalah tanggung jawab orang tua sebagai pendidik pertama bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab yang esensial. Di samping itu, keluarga bertanggung jawab untuk mengembangkan dan melaksanakan pendidikan anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga untuk berkembang menjadi orang “dewasa”. Upaya pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga sebagai lembaga pendidikan yang pertama. 

Pelaksanaan fungsi pendidikan dalam kehidupan keluarga bertautan erat dengan pelaksanaan fungsi perlindungan. Pendidikan dalam keluarga merupakan bagian dari fungsi perlindungan terhadap anak dan anggota keluarga lainnya. Fungsi sosialisasi mempunyai pertautan yang erat dengan fungsi pendidikan dan perlindungan. Keluarga mempunyai tugas menghantarkan anggota keluarga khususnya anak ke dalam kehidupan sosial (masyarakat) yang lebih luas. 

Pelaksanaan fungsi keluarga tersebut merupakan upaya menghadirkan keluarga sebagai lingkungan hidup seseorang yang lebih berorientasi kepada keniscayaan hadirnya dinamika kehidupan keluarga sebagai institusi sosial terkecil yang diharapkan memberikan pengaruh baik, pada kehidupan institusi sosial yang lebih luas. 

Kehidupan Keluarga sebagai Lingkungan Pendidikan Keluarga 

Keluarga sebagai insitusi sosial terkecil yang mempunyai fungsi dan tugas untuk menjalankan pendidikan dalam keluarga bagi setiap anggota keluarga. Dengan adanya fungsi pendidikan ini otomatis keluarga menjadi sentra dan lingkungan pendidikan bagi setiap anggota keluarga. Dengan kata lain keluarga sebagai sentra pendidikan ini secara langsung dan tidak langsung menunjuk pada pentingnya pendidikan dalam kehidupan keluarga. 

Dalam membahas tentang pendidikan dalam keluarga, Ki Hajar Dewantara lebih menekankan pada daya upaya orang tua untuk memajukan pertumbuhan anak yang berbudi pekerti luhur. Budi pekerti menunjuk pada masalah kekuatan batin dan karakter anak untuk mencapai kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak selaras dengan dunianya. 


Intinya, pendidikan keluarga adalah pendidikan yang harus dilaksanakan dalam keluarga oleh orang tua kepada dirinya sendiri, anggota keluarga yang lain dan kepada anak-anaknya seesuai dengan potensi mereka masing-masing, dengan jalan memberikan pengaruh baik melalui pergaulan antar mereka. Sehingga anggota kelurga dan anak yang bersangkutan kelak dapat hidup mandiri yang bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan dalam lingkungan masyarakatnya sesuai dengan nilai-nilai budaya yang berlaku dan agama yang dianutnya. 

Usaha pendidikan tidak terkecuali pendidikan keluarga selalu bertujuan dalam lingkup kehidupan yang bernilai dan bermakna dalam kerangka sesuatu yang “ideal” atau “maksimal” sesuai dengan kemampuan anggota keluarga termasuk anak dalam keluarga itu. Dalam tujuan pendidikan biasanya terkandung tiga aspek kehidupan manusia dalam kaitannya dengan kehidupan di dalam lingkungan masyarakatnya, yaitu aspek kehidupan pribadi, sosial dan moral. 

Jadi, proses pendidikan di dalam keluarga harus bisa berjalan dengan sendirinya dalam pergaulan antar anggota keluarga termasuk pergaulan antara orang tua dan anak yang diwarnai oleh adanya kewibawaan orang tua dan rasa persahabatan antara orang tua dan anak. Pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan kemanusiaan yang diwarnai rasa tanggung jawab dan kasih sayang. Pada akhirnya, keluarga harus menjadi pilar pembangunan dan kesejahteraan bangsa. #SahabatKeluarga

Referensi: 
Cat: tulisan diikutsertakan dalam Lomba Blog Pendidikan Keluarga oleh #SahabatKeluarga Kemdikbud