Kamis, 20 Oktober 2016

Ingin Memulai Bisnis di Usia Muda? Jangan Gengsi!

“Sukses adalah Hak Saya”, ucap Andrie Wongso, salah seorang motivator terbaik di Negeri ini. Jadi, apapun yang terjadi saya memiliki hak paten untuk meraih tangga kesuksesan tersebut, tinggal bagaimana caranya saya mampu bertahan dan berupaya memenuhi kewajiban yang ada guna meraihnya.

Kali pertama belajar memulai bisnis ketika duduk di bangku Taman Kanak-Kanak (TK). Saya membantu ibu berjualan es mambo keliling kompleks perumahan. Tapi apa daya, harapan untung malah buntung. Es mambo habis terjual tapi uangnya nihil. Inilah awal mula mengecap pedihnya masa “kerugian” dalam memulai bisnis. Resiko semacam ini yang mesti ditanggung dan saya belajar banyak dari pengalaman tersebut, meski di usia yang masih sangat dini dan prematur.

Lalu, bisnis pun berlanjut ke bangku Sekolah Dasar (SD). Saya membawa beberapa mainan yang saya miliki di rumah ke sekolah untuk kemudian saya tawarkan kepada teman-teman di kelas. Dan, laris! Teman-teman menyukai mainan yang saya miliki dan mereka merelakan sebagian uang jajan mereka untuk diberikan kepada saya dengan imbalan mainan saya menjadi milik mereka. Alhasil, dengan uang yang dimiliki saya bisa membeli beberapa mainan baru dan sebagian uangnya saya tabung. Jadi, saya bersyukur semenjak kecil saya bisa memiliki tabungan hasil jerih payah sendiri baik hasil berjualan maupun menyisihkan uang jajan.

Semenjak SD pula, saya sering dimintai tolong wali kelas menjaga barang dagangan mereka. Setiap istirahat, saya duduk manis di pintu kelas sembari membaca materi pelajaran dan menjaga dagangan bila sewaktu-waktu ada yang datang membeli. Snack Fuji, Cup-cup, Mie kremez dan lainnya menjadi produk-produk dagangan yang familiar dalam keseharian. Tidak jarang saya pun memperoleh upah sekian rupiah dari hasil menjaga barang dagangan tersebut.

Entahlah, tapi saya menyenangi prosesi tersebut. Berjualan, mengalami kerugian, memperoleh keuntungan, menabung, jual – beli, menjaga dagangan, mendapat upah dan lainnya semacam menjadi ritual menyenangkan. Mungkin dari sinilah awal mula jiwa kewirausahaan saya dipupuk. 


Hingga duduk di bangku kuliah, saya memiliki online shop sendiri bernama FASHIONconscious. Isinya beraneka macam produk kewanitaan semisal tas, sepatu, dompet dan pakaian. Bisnis online shop di bidang fashion ini menyesuaikan dengan passion jiwa anak muda dan sasarannya juga anak muda khususnya kaum hawa. Pemasarannya dilakukan via media sosial melalui sistem dropship, reseller ataupun kulakan/grosir. Ya, tentunya ada plus/minus dari beberapa sistem yang coba saya terapkan tersebut. 

Semisal, dropship dan reseller. Kelebihannya ialah kita tidak perlu menyediakan tempat khusus untuk menampung barang dagangan. Selain mampu menghemat space, biaya terkait sewa tempat juga dapat diminimalisir. Dengan alasan kepraktisan, sebenarnya sistem berjualan semacam ini sangat disarankan karena barang dapat langsung dikirim kepada pembeli dengan mengatasnamakan online shop kita. Hanya saja kekurangannya ialah kita tidak dapat melihat langsung kualitas dari barang yang dimaksud. Sehingga terkadang nama baik online shop kita menjadi taruhannya kalau barang yang dibeli ternyata tidak sesuai ekspektasi.

Sedangkan dengan sistem kulakan alias grosiran memiliki kelebihan yang membuat kita mampu melihat sendiri kualitas barang yang kita inginkan untuk dipasarkan. Setidaknya kita turut menjadi saksi atas barang yang akan kita jual sendiri. Tapi, kekurangannya ialah kita harus menyediakan tempat khusus untuk display ataupun stok/penyimpanan barang-barang tersebut. Belum lagi bila ternyata situs yang kita yakini mampu mendatangkan keuntungan malah tidak sesuai harapan.

Tapi, saat ini segala kekurangan tersebut dapat dengan mudahnya diatasi salah satunya melalui ralali.com yaitu salah satu situs yang memberikan kemudahan memulai usaha secara kulakan/grosir. Situs ralali.com dilansir merupakan B2B Online Marketplace yang menyediakan segudang kemudahan bagi siapa saja yang masih awam dan berkeinginan kuat memulai bisnis.


“Marketing is everything”, merupakan jargon yang cukup fenomenal dalam dunia pemasaran. Seiring berjalannya waktu, tren dalam pemasaran menuju ke arah megatren yang perlu dipertimbangkan untuk masa depan. Lanskap ekonomi telah secara fundamental berubah dikarenakan teknologi dan globalisasi. Semua dapat bersaing berkat internet dan perdagangan yang lebih bebas.

Tidak dapat dipungkiri bahwasanya kekuatan ekonomi ialah hiperkompetisi yaitu ketika perusahaan mampu memproduksi lebih banyak barang daripada yang dapat dijual dengan cara lebih menekan harga. Hal ini juga mendorong perusahaan untuk membangun lebih banyak diferensiasi. Ralali B2B Marketplace lantas hadir dan menjadi bagian dari metamarket dimana memfasilitasi semua kegiatan yang tercakup dalam upaya memperoleh sebuah item untuk digunakan atau dikonsumsi. Kemudahan akses via Android Play Store juga semakin memudahkan calon pelanggan.


Sebagaimana yang diungkapkan oleh Peter Drucker, Bapak Manajemen Modern, bahwasanya bisnis memiliki dua fungsi dasar yaitu pemasaran dan inovasi. Dimana inovasi yang dihadirkan Ralali B2B Marketplace bukan sekedar berkutat dengan penciptaan produk yang baru dan lebih baik melainkan juga pengembangan sistem yang lebih baik dan konsep bisnis yang baru. 

dok: pribadi via app Play Store

dok: pribadi via app Play Store

dok: pribadi via app Play Store
Terlepas dari proses dan sistem dagang yang ada, saya bersyukur karena dengan berani memulai bisnis di usia muda saya mampu memenuhi sebagian kebutuhan saya sendiri. Dari hasil berjualan online tersebut misalnya saya mampu membeli gadget sendiri, meski harus nyicil hehe. Tapi minimal saya belajar untuk membayar dan melunasi cicilan saya sendiri. Semacam ada kebanggaan dan kepuasan tersendiri. Belum lagi saldo di rekening yang Alhamdulillah terus bertambah.

Layaknya para entrepreneur sejati, sebut saja Bob Sadino. Siapa yang tidak kenal beliau? Jurus sukses yang diajarkannya ialah tentang bagaimana pentingnya memupuk mental kewirausahaan khususnya bagi para anak muda Indonesia. Disiplin kerja yang tinggi, menjual dengan cinta, berupaya fokus, memulai semua dari nol merupakan cikal bakal keberhasilan yang berawal dari keyakinan. Yang pasti porsinya hanyalah 1 persen keberuntungan dan sisanya 99 persen adalah keringat. 

Philip Kotler, tokoh paling kompeten dalam pemasaran pernah berkata bahwa “Passion for knowledge”. Jadi, menjaga passion yang kita miliki merupakan salah satu upaya dalam menggali dan memelihara potensi yang dimiliki guna terus belajar agar berpengetahuan. 

Intinya, teruslah bersemangat dalam berkreasi dan berinovasi tiada henti dalam memulai bisnis. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Think big, Start small and Move Fast! Dan satu lagi, buang jauh-jauh yang namanya gengsi! Bukan jamannya lagi jaim alias Jaga Image. Sekarang eranya berani tampil, buktikan kemampuan diri dan terus menjadi yang terdepan.


Nb: Penulis merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Wirausaha Pascasarjana IPB Bogor. 

Cat: Tulisan diikutsertakan dalam Ralali Blogger Contest “Memulai Bisnis di Usia Muda” yang diselenggarakan oleh ralali.com

Jumat, 14 Oktober 2016

Mutiara Laut Selatan Indonesia: Quo Vadis?

Kabupaten Maluku Tenggara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Maluku. Letaknya di Kepulauan Kei khususnya Kei Besar. Wilayah bagian timur Indonesia yang beribukota di Langgur (sebelumnya Kota Tual) ini menjadi salah satu tempat persinggahan saya ketika menjejakkan langkah di “Negeri 1000 Pulau” pada bulan September silam. Kabupaten ini terbilang cukup unggul dalam produksi dan nilai hasil kekayaan laut diantaranya sektor perikanan. Komoditas perikanannya sangat potensial untuk lebih dikembangkan karena wilayahnya dikelilingi oleh laut serta letak geografis yang strategis dan kekayaan alam laut yang melimpah.

Perikanan laut memang menjadi sektor yang paling dominan di Kabupaten Maluku Tenggara. Tapi, satu hal lainnya yang dianggap cukup prospektif di bidang kelautan wilayah ini ialah pengembangan kerang mutiara. Ya, tanah Maluku menyimpan beragam kekayaan alam yang luar biasa diantaranya yaitu mutiara. Mutiara merupakan salah satu komoditas unggulan sektor kelautan dan perikanan. Pun, prospek bisnis mutiara sangat menggiurkan. Tak mau ketinggalan, saya pun sedikit mengabadikan potret beberapa mutiara laut dan membeli mutiara budidaya berbentuk tasbih sebagai buah tangan dari Maluku.

Mutiara Laut (dok: pribadi)

Mutiara dalam bentuk perhiasan cincin (dok: pribadi)

Mutiara budidaya berbentuk tasbih (dok: pribadi)

Selain mutiara, Maluku juga terkenal dengan besi putih khas Maluku (dok: pribadi)
Tidak hanya Kabupaten Maluku Tenggara, adapun salah satu kabupaten tertinggal di Provinsi Maluku ialah Kabupaten Kepulauan Aru yang beribukota di Dobo juga memiliki potensi kekayaan laut yang tidak kalah hebatnya. Kabupaten ini terkenal dengan budidaya mutiara tepatnya di Pulau Womar yaitu sebuah pulau kecil di sisi barat Pulau Wokam. 

Produksi mutiara ini telah diekspor ke luar negeri sehingga disinyalir telah mengubah daerah ini menjadi pasar yang potensial. Dobo selain menjadi ibukota kabupaten juga menjadi pusat perdagangan. Ramainya perniagaan di Dobo ini merupakan efek langsung dari kejayaan mutiara yang banyak dieskpor ke luar negeri. Adapun mutiara-mutiara tersebut dikenal sebagai Dobo Pearl

Dobo pearl (dok: aruislands.blogspot.co.id)

Mutiara Dobo yang umumnya diproduksi dengan campur tangan manusia dibudidayakan di Kecamatan Pulau Aru dan Aru Tengah. Hanya saja, pemasokannya terkendala transportasi, terutama penerbangan untuk tujuan ekspor sehingga volume maupun nilainya dari sektor perikanan dan kelautan masih relatif rendah. 

Penting untuk diketahui bahwa pasar mutiara dunia didominasi oleh 4 jenis mutiara diantaranya Mutiara Laut Selatan (South Sea Pearl) dengan Negara produsen yaitu Indonesia, Australia, Filipina dan Myanmar. Selain itu dikenal pula mutiara air tawar, mutiara akoya dan mutiara hitam. Tapi, South Sea Pearl merupakan mutiara yang paling mahal dan terkenal. 


Bila dibandingkan dengan Australia yang mempunyai sektor usaha budidaya mutiara, potensi ekspor Indonesia jauh lebih besar dan unggul. Australia mengklaim menguasai sekitar 13 persen mutiara South Sea Pearl, sedangkan Indonesia menguasai minimal 60 hingga 80 persen mutiara South Sea Pearl di dunia. Berdasarkan volume, Indonesia merupakan produsen Mutiara Laut Selatan terbesar di dunia! Indonesia South Sea Pearl seharusnya menjadi satu-satunya yang termahal dan terkenal. 

dok: https://www.instagram.com/indonesianpearlfestival2016/

Ada satu hal yang cukup menarik yaitu ketika saya menemukan beberapa aplikasi tentang “Pearl” via play store android. Diantaranya aplikasi bernama “Opal+Pearl Australian”. Aplikasi ini menyajikan South Sea Pearl dengan ragam warna, bentuk dan ukuran. Seperti misalnya Golden South Sea Pearl yang berbentuk cincin yang dilengkapi dengan berlian, serta South Sea Pearl berbentuk anting. 

dok: app play store

dok: app play store

dok: app play store

dok: app play store

Aplikasi selanjutnya bernama “National Pearl”, tapi jangan harap menemukan Indonesia South Sea Pearl disini kendati judulnya: Nasional. Kategori produk mutiaranya beragam mulai dari kalung, anting, gelang hingga cincin. Tipe/jenis mutiaranya yaitu terdiri dari Golden South Sea (108), Tahitian South Sea (209) dan White South Sea (121). Bila diurutkan mulai dari harga tertinggi maka akan diperoleh mutiara termahal yaitu White South Sea Pearl Necklace seharga $8.999 dimana pearl origin-nya ialah dari Australia. Sedangkan harga mutiara terendah ialah Tahitian South Sea Pearl Denise Pendant seharga $99 dimana pearl origin-nya ialah dari French Polynesia. 

dok: app play store

Mutiara termahal (dok: app play store)

Mutiara dengan harga terendah (dok: app play store)

Sayangnya, memang sukar menemukan jejak Indonesia South Sea Pearl (Indonesia origin) di dalam jalur perdagangan mutiara dunia. Padahal berdasarkan laporan bahwa 80 persen mutiara dunia ada di Republik Indonesia tapi sayangnya ekspornya masih kalah dari Australia (Detik.com, 12 Januari 2016). Dalam Konferensi Pers bertajuk “Penggagalan Ekspor Mutiara” oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dihelat pada Januari silam disebutkan bahwa ekspor illegal 11 kilogram mutiara jenis South Sea Pearl ke Hongkong telah berhasil digagalkan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai bersama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ibu Menteri KKP, Susi Pudjiastuti pun menjelaskan bahwa sebenarnya nilai ekspor mutiara Indonesia sangat tinggi, tapi cukup banyak yang tidak tercatat karena diekspor secara ilegal. 

dok: https://www.instagram.com/indonesianpearlfestival2016/

Berdasarkan data laporan beberapa aktivitas Underground Economy di Indonesia tahun 2002, Prof. Hari Susanto (2011) menyebutkan bahwa kegiatan ekspor ilegal diantaranya kekayaan laut memiliki nilai moneter sekitar 4 milyar dollar AS! Bayangkan nilai kerugian puluhan trilyun rupiah dari aktivitas ilegal di ranah moneter ini. Fenomenanya pun menjadi sulit diberangus dan diberantas karena persoalannya telah sampai pada tataran belief yang negatif. Jadi, sudah sepatutnyalah pendekatan berupa “substance over form” yang digunakan. Kendati merupakan suatu keniscayaan untuk mengharapkan agar visi, misi dan strategi mesti menjadi komitmen praktis dan filosofis. Kasus Underground Economy/Hidden Economy semacam ini sebenarnya menarik untuk diungkap kembali terkait dengan beberapa indikasi keberadaannya dan kalau perlu secara khusus mengestimasi besarannya di Indonesia secara berkelanjutan. Harapannya kedepan ialah untuk meningkatkan penerimaan negara dari aktivitas ekonomi yang dikategorikan ilegal. Tapi, tentu butuh effort lebih dan peran serta multipihak dalam kepentingan ini.

Di satu sisi, pemerintah telah merumuskan kebijakan di bidang kelautan khususnya tentang arah kebijakan peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan, sebagaimana disebutkan dalam pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia yaitu pada tahun 2015 diantaranya terkait: 1) Peningkatan tata kelola kelautan melalui penyusunan rencana zonasi dan pengembangan kebijakan kelautan; 2) Pengelolaan kawasan konservasi perairan dan pulau-pulau kecil; 3) Peningkatan kerjasama dalam pengelolaan wilayah laut; 4) Pengawasan dan pengamanan wilayah dari pemanfaatan sumber daya kelautan yang merusak dan ilegal; 5) Rehabilitasi kawasan pesisir yang rusak dan pengendalian bencana alam dan dampak perubahan iklim; 6) Mengoptimalkan pemanfaatan keekonomian dari sumber daya kelautan yang difokuskan pada pendayagunaan pulau-pulau kecil dan pengelolaan kawasan konservasi perairan untuk meningkatkan keekonomian sumber daya kelautan. 

Sebelumnya, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan pun telah menerbitkan Standar Nasional Indonesia (SNI) mutiara yaitu SNI 4989:2011. Diharapkan SNI mutiara dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun Standar Operating Procedure Grading mutiara dan perlu ditindaklanjuti dengan membuat Indonesia Quality Pearl Label (IQPL). 

dok: http://sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni_eng/11853
Kebijakan dari segi perdagangan juga perlu menjadi perhatian, khususnya kebijakan sektor perdagangan luar negeri yang perlu diarahkan pada peningkatan ekspor agar bernilai tambah lebih tinggi dan lebih kompetitif di pasar internasional. Pembangunan perdagangan luar negeri tersebut dilakukan diantaranya melalui: 1) Peningkatan upaya diplomasi perdagangan yang lebih efektif; 2) Pemberdayaan eskportir dan calon eksportir; dan 3) Peningkatan efektivitas tata kelola impor dan pengamanan perdagangan. 

Pengoptimalan pemanfaatan keekonomian dan pemberdayaan dapat dilakukan diantaranya juga melalui pengolahan sumber daya kelautan. Diduga faktor ekspor mutiara dalam bentuk gelondongan alias mutiara utuh kerap menjadi salah satu penyebab. Indonesia South Sea Pearl yang di ekspor keluar negeri seringkali dilabeli dengan brand luar lalu dikirim lagi masuk ke Indonesia. Setelah itu asal muasalnya tidak terlacak lagi, bagai hilang ditelan bumi. Dunia pemutiaraan Indonesia lantas menjadi semakin tidak optimal. Selain karena pengembangannya yang masih terbatas, sense of belonging masih kurang kuat khususnya dari dalam negeri sendiri. Padahal untuk meningkatkan nilai tambah, ekspor mutiara dalam bentuk perhiasan jauh lebih mempunyai nilai lebih tinggi bila dibandingkan mutiara gelondongan. Sehingga di satu sisi juga perlu adanya peningkatan pengetahuan dan teknologi. Ini menjadi PR kita bersama! 

Sumber: 
  • Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia. 2015 
  • Profil 199 Kabupaten Tertinggal. 2009 
  • Susanto, H. 2011. Underground Economy. Jakarta: Baduose Media 
  • http://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3116806/80-mutiara-dunia-ada-di-ri-tapi-ekspornya-kalah-dari-australia
  • http://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2375372/-sharif-cicip-kecewa-ekspor-mutiara-ri-rendah-ini-tanggapan-pengusaha
Cat: Penulis merupakan Mahasiswa Pascasarjana IPB Bogor bidang keilmuan Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Penulis pernah menjadi Tenaga Ahli Anggota Dewan DPR RI Komisi IV yang membidangi Kelautan dan Perikanan, Pertanian, Pangan, Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penulis juga pernah terlibat kerjasama bidang penelitian dengan beberapa instansi pemerintah diantaranya Kementerian PUPR, Kementerian Perindustrian dan BPAD Provinsi DKI Jakarta. 

Nb: Tulisan diikutsertakan dalam 6th IPF Kompetisi Penulisan Blog/6th IPF Blog Writing Competition 6th Indonesian Pearl Festival The Magnificent Indonesia South Sea Pearl

Jumat, 07 Oktober 2016

#BatikIndonesia, Harmonisasi Tanpa Dipolakan

“Entah, mungkin saya sudah terlanjur cinta pada batik”, ucap Udey Budiman, pembatik asal Tasikmalaya ketika ditanya apa alasannya tetap bertahan dengan batik selama kurun waktu 40-an tahun, sedangkan di satu sisi apa yang diperoleh melalui membatik besarannya tidak seberapa.

Inilah kelebihan Udey yang membuatnya berbeda dari kebanyakan pembatik disekitarnya yaitu perlakuannya terhadap batik sebagai seni. Udey menjadi kreatif karena ia menggali dan memperkaya. Kendati kreativitasnya seringkali dianggap melanggar aturan dasar membatik dan dituding meninggalkan kekhasan batik Tasik oleh para pembatik lainnya. Tapi, Udey tetap bersikukuh bahwa ia memang bukan tipikal pembatik yang terlalu "fanatik" dalam membatik.

Tidak hanya Udey yang kerap berinovasi melalui warna dan motif batik tanpa meninggalkan tradisi batik, pun Nasir Achmad kerap berinovasi melalui interior batik tulis Pekalongan. Nasir bahkan membeberkan bahwa orang asing lebih meminati bahan interior batik karena mereka bisa mengapresiasi lebih dibanding kebanyakan orang Indonesia. 

Tradisi dan inovasi lantas menjadi hal yang tidak terpisahkan. Ibarat kepingan mata uang logam yang kedua sisinya saling bersisian. Sebagaimana Alexander Solzhenitsyn, sang nobelis bidang sastra mengungkapkan bahwa “Dalam seni yang penting bukan apanya melainkan bagaimananya…”. Jadi, bisa dipahami tentang bagaimana seni yang terekam dalam tradisi dapat mendatangkan kebermanfaatan dan menciptakan peluang untuk memunculkan inovasi serta unsur kebaruan lainnya. Itu yang terpenting.

Tempo hari, awal tahun 2016 saya pernah berkunjung ke Bandung dan melihat langsung proses membatik yang dilakukan di Rumah Batik berlokasi di Lembang-Bandung, Jawa Barat. Batik tulis yang dihasilkan oleh tangan-tangan terampil membuktikan bahwa melestarikan tradisi sama halnya dengan menjaga keberlanjutan inovasi.

Rumah Batik Lembang Bandung sangat menarik untuk dikunjungi (dok: pribadi)
Batik khas Jawa Barat (dok: pribadi)
Saya pun tetiba teringat pada 2014 silam ketika saya berkesempatan ke Jogjakarta dan mengunjungi House of Raminten, ya resto nge-hits yang cukup tersohor. Bukan hanya karena konsep unik yang diusungnya, melainkan juga karena unsur budaya dan tradisi yang sangat kental disajikan kepada publik dikolaborasikan dengan unsur inovasi. Konsep yang ada dikemas sedemikian rupa sehingga unsur tradisi tradisionalnya tidak lekang dalam balutan unsur modernitas. 

Raminten, sang tokoh utama kerap mengenakan kebaya lengkap dengan motif batik jogja. Di pelatarannya pun tersaji kereta kuda dan para pegawainya pun mengenakan pakaian tradisional motif batik. Bukti kecintaan yang diperlihatkan secara nyata kepada khalayak semakin membuktikan bahwa cinta tidak sekedar kata-kata. Bagi saya proses menghargai dan membuktikan kecintaan tidak hanya melalui rentetan kalimat manis lainnya melainkan melalui perbuatan dan sikap sehari-hari.

Pameran Kain Nusantara Tahun 2010 di Galeri Museum Provinsi Sulawesi Utara (dok: pribadi)
Semenjak 2009 silam, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) telah mengukuhkan Batik sebagai Intangible Cultural Heritage kepunyaan Indonesia. Hal ini menjadi peluang besar bagi kita untuk semakin menduniakan batik. Ibarat strategi multikultural atau prinsip filosofi yang dikerahkan agar sesuai dengan masa yang berkaitan dengan globalisasi atau glokalisasi, inovasi memiliki peran yang penting.

Philip Kotler, pakar yang ahli dalam bidang pemasaran menyebutkan bahwa inovasi bukan sekedar berkutat dengan penciptaan produk yang baru dan lebih baik, melainkan juga pengembangan sistem yang lebih baik dan konsep bisnis yang baru. Inovasi sejatinya membutuhkan kreativitas, sehingga sistem manajemen gagasan kedepannya akan diperlukan guna mendorong dan menampung ide-ide besar dan terbaik dari para pencetus inovasi. 


Kini saatnya kita melakukan rekonstruksi sederhana namun tepat guna terhadap penemuan pemikiran dan merayakan kebudayaan batik yang memanusiakan. Sebagaimana Confucius, sang filsuf berucap bahwa “Seseorang dapat mengetahui ragam hal baru dengan meninjau yang lama”. Supaya mengetahui hal-hal yang baru dalam suatu inovasi maka seseorang harus bersedia meninjau hal-hal yang lama dari suatu tradisi. Gali, gali dan galilah terus tanpa henti. Tidak dapat dipungkiri bahwa di era yang serba separuh globalisasi dan separuh glokalisasi kita membutuhkan dialog antar kebudayaan sehingga mampu menyediakan cara untuk mengetahui hal baru dan meninjau hal lama dengan lebih signifikan serta penuh kemungkinan.


Meminjam istilah dasar inspirasi gaya pemikiran para tokoh filsuf China tentang “Naturalisasi Kemanusiaan” yang membidik pencapaian manusia atau keutuhan sifat manusia. Kondisi ini berupaya menghidupkan kembali sensibilitas manusia secara estetika kaitan hubungannya dengan historis kebudayaan. Semangat dan tampilan masing-masing budaya secara alami akan berdampak pada bentuk yang sesuai dari ekspresi seni dan gaya estetika. Budaya merupakan manifestasi lengkap jiwa dan menyajikan gambaran kehidupan. Nah, ayo wujudkan hak kita untuk menentukan dan melestarikan kebudayaan!

Kami memilih memakai batik (dok: pribadi)
Sumber:
  • Keping, W. 2011. Etos Budaya China: Kepustakaan Klasik China. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
  • Kompas. 2003. Kiprah Para Jawara: Seri Kekayaan yang Tersembunyi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
  • Kotler, P. 2005. According to Kotler. Jakarta: PT Buana Ilmu Populer
  • Suriasumantri, J. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Cat: Penulis merupakan mahasiswa Pascasarjana IPB Bogor. Penulis pernah menjadi Tenaga Ahli Anggota Dewan DPR RI. Penulis juga pernah terlibat kerjasama project dengan beberapa instansi pemerintah diantaranya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perindustrian, dan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DKI Jakarta. Penulis menggemari seni dan budaya salah satunya batik.

Nb: Tulisan diikutsertakan dalam Kompetisi Blog Jogja International Batik Biennale 2016 (JIBB2016)

Minggu, 02 Oktober 2016

Penetrasi Keuangan Digital di Era Teknologi Informasi dan Komunikasi: Mampukah Membangun Perekonomian Indonesia?

Tepat dua dasawarsa lamanya Teknologi Komunikasi Nirkabel berdampak di Indonesia. Saya masih ingat betul di awal tahun 90-an, ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Pager (radio panggil) yang berbentuk kotak persegi berukuran genggaman tangan sangat nge-hits dan menjadi salah satu alat komunikasi yang begitu fenomenal selain telepon rumahan. Euphoria peran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) hadir di tengah masyarakat Indonesia dan terus mengalami perubahan seiring kemajuan zaman.

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dalam pidato kenegaraannya pada tahun 2015 mengutarakan bahwa kebijakan pembangunan komunikasi dan informatika tahun 2014 – 2015 ditujukan untuk menjamin kelancaran arus informasi dan komunikasi dalam rangka memperkuat konektivitas nasional guna menyeimbangkan pembangunan antar wilayah serta mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi dan daya saing nasional.


Berangkat dari permasalahan yang ada yaitu diantaranya berupa layanan komunikasi dan informatika nasional khususnya pitalebar yang belum tersedia secara merata di seluruh Indonesia. Selain itu, pemahaman masyarakat tentang TIK masih terbatas sehingga pemanfaatannya masih belum produktif. Maka, tindak lanjut yang perlu dilakukan pemerintah antara lain: 1) Mempercepat penyediaan infrastruktur pitalebar di seluruh Indonesia baik melalui kerjasama dengan penyelenggara, pemerintah daerah maupun melalui proyek Palapa Ring yang akan menjangkau 51 kabupaten/kota di wilayah nonkomersial; 2) Meningkatkan keamanan dan informasi melalui optimalisasi tata kelola internet dan pengawasan sistem penamaan domain; 3) Melanjutkan berbagai program legislasi seperti revisi UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, RUU Telekomunikasi dan RUU Penyiaran.

Maka, pembangunan infrastruktur komunikasi dan informatika tahun 2014 – 2015 difokuskan pada kegiatan: 1) Penyediaan layanan di daerah perbatasan, tertinggal dan terluar melalui Program Kewajiban Pelayanan Universal dan kerjasama dengan pemerintah daerah; dan 2) Penyediaan dan pemanfaatan layanan internet berkecepatan tinggi (pitalebar/broadband) sebagai jalan tol informasi antar pulau dan kabupaten/kota. 

Adapun capaian penting hasil pembangunan utama sub bidang komunikasi dan informatika sepanjang Juli 2014 – Juni 2015 sebagaimana tercantum dalam Pidato Kenegaraan Presiden RI tahun 2015 antara lain: 1) Memfasilitasi pengoperasian 5 menara telekomunikasi daerah perbatasan Negara; 2) Memfasilitasi pembangunan jaringan telekomunikasi 11 pulau terluar; 3) Memfasilitasi pengoperasian jaringan tulang punggung serat optik yang menghubungkan Sulawesi, Maluku dan Papua. Layanan pitalebar hingga Juni 2015 telah menghubungkan seluruh pulau besar dan beroperasi di 381 kabupaten/kota; 4) Penetapan Perpres No. 96/2014 tentang Rencana Pitalebar Indonesia 2014 – 2019 yang memberikan arah panduan bagi pengembangan pitalebar nasional; 5) Penataan pita frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz untuk mendukung implementasi pitalebar khususnya seluler berbasis 4G LTE; 6) Reformasi perizinan sektor pos dan telekomunikasi untuk mempersingkat proses/waktu perizinan; 7) Pemblokiran lebih dari 800 ribu situs internet yang bermuatan negatif; 8) Memfasilitasi pengembangan aplikasi untuk nelayan; dan 9) Penyiapan rencana pengembangan e-pemerintahan nasional.

Dapat dipahami bahwa peningkatan kualitas pemanfaatan TIK difokuskan pada penyediaan aplikasi pendukung kegiatan perekonomian. Sehingga peran lintas sektor TIK dirasa sangat penting bila dikaitkan dengan arah kebijakan utama sektor keuangan yaitu berupa pemeliharaan stabilitas sistem keuangan yang diimplementasikan dengan memperkuat ketentuan makroprudensial, penguatan ketahanan dan daya saing sektor keuangan/perbankan, dan kebijakan penguatan fungsi intermediasi. Perluasan akses layanan keuangan dilakukan tanpa melalui kantor bank atau dilakukan melalui cara non konvensional melalui pemanfaatan TIK dan kerja sama keagenan (Branchless Banking). 

Secara lebih rinci, intermediasi perbankan didorong melalui berbagai langkah semisal: 1) Perluasan akses keuangan (financial inclusion) kepada masyarakat khususnya layanan perbankan berbiaya rendah bagi masyarakat perdesaan termasuk peningkatan kualitas program, edukasi keuangan dan pelaksanaan survey pemahaman terhadap pelayanan perbankan; dan 2) Fasilitasi intermediasi untuk mendukung pembiayaan di berbagai sektor potensial bekerjasama dengan berbagai instansi pemerintah.


Sebagaimana diulas dalam tayangan Economic Challenges tentang “Menyambut Era Perbankan Digital” pada Agustus 2016 tempo hari, bahwa perbankan perlu menggunakan teknologi terbaru untuk melayani masyarakat, terutamanya mereka yang berada di remote area. Serta perlunya dorongan terhadap layanan bank tanpa kantor cabang sebagai upaya penurunan suku bunga perbankan. Kendati disadari bahwa tantangan besar yang dihadapi perbankan dan sistem keuangan Indonesia diantaranya ialah perkembangan teknologi yang luar biasa. Tapi, di satu sisi teknologi dapat membantu sektor perbankan dan sistem keuangan. Adapun data yang ada menunjukkan bahwa penetrasi perbankan digital di Indonesia paling rendah dibandingkan Negara lainnya di Asia. Kendati demikian OJK melansir perkembangan nilai transaksi phone banking di Indonesia menunjukkan hasil yang mencengangkan karena dari minus 5,05 persen melejit menjadi 42,23 persen pada periode perkembangan 2013 – 2014. Hal ini membuktikkan bahwa perbankan Indonesia perlu memanfaatkan peluang TIK yang ada.

dok: McKinsey and Company (2015)
Pengembangan Layanan Keuangan Digital merupakan kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga, yang menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile atau web dalam rangka keuangan inklusif. Sebagai dasar pelaksanaan Layanan Keuangan Digital, telah diterbitkan aturan (Surat Edaran) tentang penyelenggaran Layanan Keuangan Digital Keuangan Inklusif melalui agen Layanan Keuangan Digital individu. 


Layanan keuangan digital pun dikenal sebagai layanan perbankan tanpa kantor cabang (Branchless Banking) yang lantas diperluas menjadi Mobile Payment Services (MPS) yang berfokus pada layanan pembayaran secara mobile. MPS bertujuan memperluas jaringan penggunaan layanan perbankan tanpa kantor cabang dan menciptakan layanan perbankan yang efektif dan efisien dari sisi pembiayaan. MPS dapat membuka akses dan jangkauan jasa serta layanan keuangan guna mencapai masyarakat di pelosok daerah yang selama ini tak terlayani karena terkendala jarak dan infrastruktur. Hal ini tentu sesuai dengan cita-cita program nasional Financial Inclusion.


Dalam proyek uji coba (pilot project) yang telah dilakukan, bank atau perusahaan telekomunikasi memiliki wilayah yang telah ditetapkan menjadi basis uji coba Branchless Banking. Bank sentral pun mengizinkan baik bank maupun perusahaan telekomunikasi menggunakan jasa Unit Perantara Layanan Keuangan (UPLK) atau Unit Perantara Layanan Sistem Pembayaran (UPLSP) sebagai perpanjangan tangan untuk menjangkau masyarakat.

Pada 2013 silam, saya bersama tim pernah mengkaji dan mengulas peranan Branchless Banking dan dipresentasikan dalam Seminar Nasional yang diadakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berlokasi di Bandung. Kami memaparkan peranan layanan perbankan tanpa bank yang bekerjasama dengan jasa telekomunikasi (Telco). 

Adapun perusahaan telekomunikasi yang ikut serta diantaranya ialah PT XL Axiata Tbk. Mekanisme Branchless Banking antara PT XL Axiata Tbk selaku perusahaan telco dengan pihak perbankan berjalan dengan baik. Semenjak 2014, PT XL Axiata Tbk telah berpartisipasi dalam program Branchless Banking melalui XL Tunai yaitu layanan e-payment sebagai bentuk perwujudan layanan digital yang menawarkan ragam transaksi dengan non tunai sebagai metode pembayarannya.


Selain itu semenjak 2015, PT XL Axiata Tbk pun telah meluncurkan DigiBiz yaitu layanan digital platform terlengkap yang merupakan satu-satunya di Indonesia. Layanan digital platform berbasis teknologi digital ini diharapkan dapat mendukung para pelaku usaha dalam pengembangan bisnis. Digibiz dapat menjadi solusi digital finansial bagi para pelaku usaha. Kontribusi lainnya dalam perbankan digital diantaranya melalui layanan XL m – Banking yang memberi kemudahan mengakses ragam jenis transaksi perbankan. 


Akhir kata, TIK memiliki peran sangat vital dalam kehidupan bangsa Indonesia. Peranannya menjangkau segala aspek peri kehidupan manusia. Terlepas dari segala kendala yang ada, TIK diharapkan menjadi solusi terbaik mengatasi kesenjangan antar daerah maupun antar masyarakat. Adapun peran perusahaan telekomunikasi memberi andil dalam hal penyediaan layanan umum dan menemukan urgensinya. Khususnya dalam hal menjawab tuntutan masyarakat dan pemenuhan hak asasi warga Negara guna memperoleh kemudahan akses informasi dan bertransaksi. Semoga sekelumit cerita seputar penggunaan TIK ini mampu menjadi catatan bagi keberlanjutan TIK di tanah air Indonesia terutama dalam hal perbaikan sosial dan ekonomi masyarakat. #KitaIndonesia, Sekarang BISA!

Sumber:
Cat: Penulis merupakan Mahasiswa Pascasarjana IPB Bogor. Penulis pernah menjadi Tenaga Ahli Anggota Dewan DPR RI. Penulis juga pernah terlibat kerjasama project bersama Kementerian PUPR, Kementerian Perindustrian dan BPAD Provinsi DKI Jakarta. Project terkait bidang TIK yang pernah digeluti penulis ialah Jakarta Learning Center yaitu platform khusus di bidang pendidikan online. Tulisannya terkait “Branchless Banking dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan” telah dimuat dalam Prosiding Nasional oleh LIPI.

Nb: Tulisan diikutsertakan dalam Lomba Blog #KitaIndonesia yang didukung oleh PT XL Axiata Tbk dan Rumah Blogger Indonesia