Rabu, 21 November 2018

#KAI Menuju Tata Kelola Berkelanjutan Kereta Api Indonesia: 4 Fakta Transformasi Inovatif

Logo KAI (dok: pribadi)
Sebagai seseorang yang terlahir dan besar di tanah Sulawesi tepatnya di Manado, Provinsi Sulawesi Utara, hikmah dari keputusan saya untuk merantau ke Pulau Jawa sejak 2012 silam diantaranya ialah dapat merasakan secara langsung serta berkesempatan menggunakan jasa layanan Kereta Api Indonesia. Saya merasa sangat bersyukur dan beruntung! Kenapa? Karena di Manado tidak (atau belum) ada kereta api!

Juni 2014, merupakan kali pertama saya menggunakan jasa Kereta Api Indonesia. Kereta “Senja Solo” menjadi pilihan saya menuju Yogyakarta kala itu. Menempuh perjalanan sekitar 8 jam lamanya dari Jakarta, saya tiba di Yogyakarta pukul 5 dini hari. Menjadi pengalaman yang tak terlupakan ketika harus sholat subuh sambil duduk di dalam kereta api. Pengalaman naik kereta api memang sangat berkesan, hingga akhirnya moda transportasi kereta api terus menjadi pilihan saya hingga kini, bahkan ketika melakukan perjalanan dinas sekalipun.

Oleh karenanya, ijinkan saya membagi sedikit kisah dalam catatan perjalanan saya di bulan November 2018 dimana saya berkesempatan melakukan perjalanan pulang-pergi ke beberapa daerah di Pulau Jawa diantaranya Pekalongan dan Semarang dengan menggunakan moda transportasi Kereta Api Indonesia. Saya mencoba beraneka jenis nama Kereta Api Indonesia dan beraneka  jenis kelas kereta api mulai dari kelas Ekonomi hingga Eksekutif.

Pertama, PP Jakarta – Pekalongan dengan KA Bangunkarta dan KA Menoreh

Pada 2 November 2018 silam, saya dan suami menuju ke Pekalongan dalam rangka perjalanan dinas dengan menggunakan Kereta Api “Bangunkarta”. Kami berangkat dari Stasiun Gambir sekitar pukul 15.00 dan mengambil kelas Eksekutif. Waktu keberangkatan Kereta Api Indonesia sangat tepat waktu. Selain itu, perjalanan terasa sangat nyaman karena tempat duduk di kelas Eksekutif yang lega, AC yang dingin, selimut yang hangat dan tentu saja teman perjalanan yang sangat menyenangkan. Pikir saya, kapan lagi menempuh perjalanan dinas sembari ditemani suami? Haha. 


e-tiket KA Bangunkarta (dok: pribadi)

Setibanya di Stasiun Pekalongan sekitar pukul 19.45, kami bergegas menuju penginapan dan untungnya letak hotel yang kami pesan sebelumnya, berada persis di seberang Stasiun. Alhamdulillah! Kami tinggal menyeberang jalan dan sampai di tempat tujuan untuk segera beristirahat dan melanjutkan aktivitas kegiatan di keesokan harinya.

Menempuh perjalanan bersama suami dengan menggunakan layanan KAI (dok: pribadi)
Lalu, pada 4 November kami kembali ke Jakarta dan bertolak dari Stasiun Pekalongan pada pukul 09.22 dengan menggunakan Kereta Api “Menoreh” dengan tujuan Stasiun Pasar Senen (tiba pukul 14.30). Kali ini, kami mengambil kelas Ekonomi. Ya, tentu saja terdapat sedikit perbedaan antara kelas Ekonomi dan kelas Eksekutif. Semisal, tempat duduk yang tidak begitu lega dan tentu saja tidak memperoleh selimut. Untuk bantal sendiri, pihak Kereta Api Indonesia memberikan kesempatan kepada penumpang untuk menyewa bantal seharga Rp 7.000 per sepanjang perjalanan hingga tiba di tujuan.

e-tiket KA Menoreh (dok: pribadi)
Terlepas dari itu semua, pelayanan Kereta Api “Menoreh” kelas Ekonomi sangatlah baik. Terlihat dari keramahan pegawainya dan toilet yang sangat bersih! Satu hal yang menarik, yaitu pada hari Minggu tersebut terlihat para pegawai Kereta Api tersebut tampil lebih casual dan stylish dengan pakaian yang dikenakan. 

KA Menoreh (dok: pribadi)
Suasana Stasiun Pekalongan (dok: pribadi)
Suasana KA Menoreh kelas ekonomi (dok: pribadi)
Lalu, bertepatan dengan jam makan siang kami disuguhkan menu makan siang dengan beragam pilihan. Saya dan suami memilih menu Nasi Goreng Parahyangan seharga Rp 35 ribu. 

Menu makan siang di KA Menoreh, Nasi Goreng Parahyangan (dok: pribadi)
Oya, terkait dengan pemesanan tiket Kereta Api Indonesia sangatlah mudah karena sekarang setiap calon penumpang dapat melakukan pemesanan melalui aplikasi “KAI Access” secara online. Setelah melakukan pemesanan, kita akan memperoleh e-tiket yang dilengkapi dengan kode pemesanan. Nah, e-tiket yang berisi barcode inilah yang nantinya di-scan dan dicetak sebagai boarding pass pada Check In Counter. Adapun mesin cetak tersebut tersedia di setiap Stasiun pemberangkatan. 

KAI Access dalam genggaman (dok: pribadi)
Kedua, PP Jakarta – Semarang dengan KA Sembrani 48 dan KA Argo Bromo Anggrek 1

Selang beberapa hari kemudian, tepatnya pada 9 November kami kembali melakukan perjalanan dengan menggunakan layanan Kereta Api Indonesia. Kali ini kami menuju ke Semarang dengan menggunakan Kereta Api “Sembrani 48” dan memilih kelas Eksekutif dengan waktu keberangkatan pukul 19.15 dari Stasiun Gambir.

e-tiket KA Sembrani 48 (dok: pribadi)
Serupa dengan Kereta Api “Bangunkarta” kelas Eksekutif, fasilitas yang kami peroleh sangat menjamin kenyamanan terutama tempat duduk yang lega. Setidaknya, di Kereta Api “Sembrani”, selimut sudah tersedia di tempat duduk, lengkap dengan bantal dan yang menyenangkannya lagi terdapat meja lipat yang memudahkan kami untuk menaruh makanan, minuman dan/atau laptop bila hendak mengetik.

Tempat duduk yang lega dan tempat menaruh minuman, sangat praktis (dok: pribadi)
Meja lipat KA Sembrani kelas eksekutif (dok: pribadi)
Tempat charge gadget (dok: pribadi)
Selimut yang hangat (dok: pribadi)
Kami tiba di Stasiun Tawang Semarang sekitar pukul 01.27 dini hari dan langsung menuju ke rumah untuk beristirahat. Malam sudah cukup larut, tapi untungnya kami langsung memperoleh taksi yang mengantarkan kami ke tujuan. Kami pun segera beristirahat untuk melanjutkan kegiatan di esok hari.

Tiba di Stasiun Tawang Semarang (dok: pribadi)
Selanjutnya, bertepatan dengan tanggal cantik yaitu 11 November, saya kembali ke Jakarta dengan menggunakan Kereta Api “Argo Bromo Anggrek 1” kelas Eksekutif. Saya bertolak dari Stasiun Tawang Semarang sekitar pukul 11.30 dan diperkirakan tiba di Stasiun Gambir Jakarta sekitar pukul 17.00. 

e-tiket KA Argo Bromo Anggrek 1 (dok: pribadi)
Sebenarnya, ada satu cerita menarik yang saya alami sepanjang perjalanan Semarang – Jakarta. Bukan hanya karena saya memutuskan untuk membeli makan siang dengan menu pilihan Nasi Ayam Geprek di kereta api, melainkan juga karena saya melakukan perjalanan kembali ke Jakarta seorang diri tanpa didampingi suami.

Menu makan siang di KA Argo Bromo Anggrek 1, Nasi Ayam Geprek (dok: pribadi)
Jadi ceritanya, sekitar pukul 11.20 kereta tiba di Stasiun Tawang Semarang, saya bergegas menaiki kereta api dan menuju ke Gerbong 8 untuk duduk di kursi 8D (dekat jendela). Setibanya di kursi tersebut, ternyata sudah ada seorang ibu beserta anak laki-lakinya yang menduduki kursi tersebut.

Sontak saya bingung dan kaget, karena ibu tersebut mengambil tempat duduk orang lain. Belum sempat saya menanyakan lebih lanjut, ibu tersebut lantas memegang tangan saya dan sembari memohon untuk bertukar tempat duduk dengan alasan anaknya. Saya lalu bertanya tempat duduknya yang sebenarnya dimana dan ibu tersebut menunjuk di kursi nomor 10. Baiklah, saya lalu mengiyakan dan ibu tersebut mengucapkan terimakasih. Saya menjadi tak tega juga karena dia seolah memelas. Saya kemudian menuju ke kursi yang dimaksud, dan mulai menata barang-barang.

Sebagai informasi, penumpang di samping saya ialah seorang bapak-bapak berbadan (maaf) gemuk. Ya, saking gemuknya dia mengambil alih tempat sanggahan tangan yang membatasi tempat duduk kami berdua. Belum selesai sampai disitu, selang beberapa jam perjalanan tiba-tiba bapak tersebut mendengkur. Saking kerasnya suara dengkuran, hingga membuat beberapa penumpang sontak melihat ke arah kami.

Saya yang masih terjaga seketika langsung mengambil headset dan mendengarkan lagu untuk mengantisipasi gangguan yang terjadi. Saya juga berharap penumpang lainnya melakukan hal yang sama, alih-alih menggerutu dan/atau mengeluhkan suara dengkuran yang cukup mengganggu tersebut. Akhirnya, selang beberapa waktu si (maaf) pendengkur tersebut terbangun dan kemungkinan besar tersadar bahwa suara dengkurannya cukup mengganggu orang di sekitar. Syukurlah!

Beragam cerita dapat kita temukan dalam perjalanan, terlebih ketika naik kereta api yang notabene menempuh waktu perjalanan berjam-jam lamanya. Lantas, apa saja fakta terkait perkembangan Kereta Api Indonesia di tanah air yang dapat saya rangkum selang enam tahun belakangan ini? Berikut merupakan cuplikannya!

“Anda adalah Prioritas Kami” Selama 73 Tahun!

Beroperasi sejak 73 tahun yang lalu, tepatnya pada 28 September 1945, PT Kereta Api Indonesia (Persero) memegang teguh slogan yang berbunyi “Anda adalah Prioritas Kami”. Dan benar adanya, dari tahun ke tahun pengguna transportasi darat kereta api terus mengalami tren kenaikan seiring makin membaiknya layanan perkeretaapian. Meski demikian, moda transportasi ini belum mampu melayani seluruh wilayah di tanah air dan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera saja. 


Kereta Api, Primadona Moda Transportasi Darat

Kereta api menjadi primadona moda transportasi darat pilihan masyarakat Indonesia. Hal ini tentu menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang menyelenggarakan jasa angkutan kereta api. Layanan PT Kereta Api Indonesia (Persero) sendiri diantaranya meliputi angkutan penumpang dan barang. 


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tercatat bahwa jumlah pengguna jasa layanan kereta api untuk periode Januari-Juli 2018 terdiri dari pemakai jasa kereta api sebanyak 242,93 juta penumpang yang diantaranya terdiri dari pemakai jasa kereta api Jawa non Jabodetabek sebanyak 43,96 juta penumpang, dan di wilayah Sumatera sebanyak 4,47 juta penumpang.

“KAI Access”, Terobosan Inovatif Aplikasi Layanan Digital

Adapun terobosan inovatif dari layanan Kereta Api Indonesia ialah tersedianya aplikasi layanan digital yang disediakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang bernama “KAI Access”. KAI Access merupakan aplikasi mobile resmi yang dikeluarkan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk memesan tiket kereta api secara online. Aplikasi ini bertujuan memberikan kemudahan bagi masyarakat guna mengakses layanan kereta api baik kelas eksekutif, bisnis maupun ekonomi dimanapun dan kapanpun berada.


Melalui terobosan mutakhir tersebut, diharapkan kedepan Kereta Api Indonesia akan terus berbenah dan bertahan di era digital melalui transformasi dan inovasi kereta api tanah air baik dari segi layanan, fasilitas, sumber daya manusia, tingkat keselamatan maupun infrastruktur. Penerapan early warning system guna meminimalisir terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan juga dapat diterapkan untuk meningkatkan performa keselamatan perkeretaapian tanah air.

Menuju Good Governance Company 2017 – 2019 dan Good Sustainability Corporate 2020 – 2022

Berkenaan dengan hal tersebut, terkait harapan perkeretaapian dari segi teknologi, praktik tata kelola juga layak menjadi perhatian dan lantas memainkan perannya tersendiri. PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang perkeretaapian tanah air telah memiliki komitmen dalam menerapkan road map praktik tata kelola pemerintahan.


Setelah Good Corporate Governance pada tahun 2012 – 2016 terlaksana dengan baik, maka terus diupayakan terlaksananya Good Governance Company pada tahun 2017 – 2019. Serta menjadi Good Sustainibility Corporate pada tahun 2020 – 2022 mendatang. Sehingga dapat terciptanya praktik tata kelola yang berkelanjutan. Smart trains for smart future! 

Ayo naik kereta!

Cat: tulisan diikutsertakan dalam Rail Blogger Contest oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero)

dok: https://www.kai.id/

Sabtu, 10 November 2018

Optimalisasi Dana Desa, Wujudkan Masyarakat Sejahtera dan Berdaya

Reformasi kebijakan fiskal didorong dengan cara mengoptimalkan pendapatan negara dan meningkatkan kualitas belanja negara yang diantaranya dilakukan melalui inovasi peningkatan alokasi dan pemanfaatan serta efektivitas belanja Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) secara proporsional. 

Hal ini terlihat dari rekap per kecamatan progres penyaluran Dana Desa tahun 2015 yang menunjukkan bahwa total penggunaan Dana Desa sesuai bidang kegiatan yaitu: Penyelenggaraan pemerintahan desa; Pelaksanaan pembangunan desa; Pembinaan kemasyarakatan; dan Pemberdayaan masyarakat telah cukup berjalan dengan baik. Pada dasarnya, Program Dana Desa bertujuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi pedesaan serta mengurangi kesenjangan dengan perkotaan. 


Pada tahun 2017 silam, pemerintah telah menganggarkan sekitar Rp 60 triliun untuk Dana Desa. Rata-rata per desa mendapatkan Rp 800,4 juta. Wilayah Jawa mendapatkan porsi Dana Desa terbesar sekitar Rp 18,6 triliun. Seiring dengan hal tersebut, Pemerintah pun mengeluarkan aturan teknis mengenai pemanfaatan Dana Desa untuk memastikan penggunaan Dana Desa menghasilkan stimulus fiskal yang maksimal.

dok: https://databoks.katadata.co.id
Bila dirinci lebih lanjut, maka pemanfaatan Dana Desa tahun 2015 – 2017 diantaranya ialah: 1) Menunjang aktivitas ekonomi masyarakat Desa yaitu: Pembangunan jalan desa sepanjang 123.858 Km, Pembangunan jembatan sepanjang 791.258 Km, Pembangunan sarana olahraga sebanyak 3.111 unit, Pembangunan tambatan perahu sebanyak 2.960 unit, Pembangunan embung sebanyak 1.971 unit, Pembangunan irigasi sebanyak 28.830 unit, Penguatan dan penyertaan permodalan BUM Desa sebanyak 26.750 kegiatan, dan Pembangunan Pasar Desa sebanyak 6.576 unit; 

Serta, tujuan pemanfaatan lainnya ialah: 2) Meningkatkan kualitas hidup masyarakat Desa yaitu: Pembangunan penahan tanah sebanyak 67.094 unit, Pembangunan sarana air bersih sebanyak 38.331 unit, Pembangunan drainase sebanyak 38.217,065 meter, Pembangunan sumur sebanyak 31.122 unit, Pembangunan Posyandu sebanyak 11.574 unit, Pembangunan Polindes sebanyak 5.402 unit, dan Pembangunan PAUD sebanyak 18.177 unit. 

Berkenaan dengan hal tersebut, sebagaimana informasi yang tercantum dalam Lampiran Pidato Presiden Republik Indonesia tahun 2018, bahwa realisasi TKDD hingga Juni 2018 sebesar Rp 385,57 triliun atau 50,33 persen dari pagu APBN 2018. Dari realisasi TKDD tersebut, penyaluran Dana Desa sebesar Rp 35,86 triliun atau mencapai 59,83 persen terhadap target APBN 2018. Pun, dalam empat tahun terakhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, alokasi Dana Desa mencapai Rp 187 triliun dengan penyerapan diperkirakan mencapai Rp 181 triliun hingga akhir tahun 2018. 

dok: https://databoks.katadata.co.id
Meningkatnya realisasi penyerapan dana dipicu oleh percepatan implementasi karya tunai (cash for work) sejak awal tahun 2018. Pasalnya, Presiden Joko Widodo menetapkan bahwa Dana Desa difokuskan untuk proyek padat karya mulai Januari 2018 sehingga bermanfaat bagi rakyat di desa. Oleh karenanya, peruntukan dana tersebut bukan hanya untuk membeli bahan bangunan, tetapi juga untuk membayar upah pekerja. 

Hal ini tak ayal membuat penyaluran Dana Desa selang empat tahun belakangan ini mampu mengurangi jumlah penduduk miskin pedesaan sebesar 1,57 juta jiwa menjadi 15,8 juta jiwa pada Maret 2018. Menyusutnya jumlah penduduk miskin tersebut membuat angka kemiskinan penduduk pedesaan juga turun menjadi 13,2% pada Maret 2018. 


Kabar baiknya, berdasarkan pokok pembahasan dalam APBN 2019 yang mengusung tema “Mendorong Investasi dan Daya Saing melalui Pembangunan Sumber Daya Manusia” oleh Kementerian Keuangan, disebutkan bahwa peningkatan TKDD untuk mendukung kebutuhan pendanaan pelayanan publik di daerah disertai prinsip Value for Money. 

dok: Kemenkeu
Maka diperkirakan anggaran Dana Desa di tahun 2019 akan meningkat dan diiringi dengan harapan agar Dana Desa dapat digunakan untuk meningkatkan layanan publik, mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa dan mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa. 

dok: Kemenkeu
Kedepan, arah kebijakan dan strategi terkait dengan optimalisasi pengelolaan Dana Desa guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat diantaranya ialah melalui pengawalan implementasi UU No.6/2014 dengan strategi supervisi dan pemantauan penggunaan Dana Desa dan alokasi Dana Desa. Pemerintah perlu mendorong akuntabilitas pengelolaan Dana Desa melalui penguatan kapasitas aparat desa dan implementasi sistem keuangan desa. 

Perbaikan tata kelola Dana Desa perlu terus dioptimalkan untuk membangun infrastruktur agar dapat meningkatkan kualitas hidup dan perekonomian masyarakat desa. Diantaranya dengan mempersingkat mekanisme pencairan, meningkatkan afirmasi untuk desa tertinggal, dan meningkatkan mekanisme pendampingan/pengawasan. 

Guna mewujudkan pembangunan desa yang efektif, pemerintah telah melakukan langkah evaluasi terkait pelaksanaan kebijakan. Hal ini tentunya seiring sejalan dengan prioritas Dana Desa untuk membiayai pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan kemajuan desa. 

Di satu sisi, pelaksanaan anggaran Dana Desa harus diimbangi dengan peningkatan kualitas aparatur pemerintah daerah dan desa untuk merancang dan mengelola penggunaan Dana Desa serta meningkatkan partisipasi aktif dari masyarakat desa. Semata agar terjadi peningkatan kualitas layanan publik di daerah, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, serta untuk mengurangi ketimpangan antar daerah. 

Ayo, wujudkan desa menjadi pusat perekonomian baru! 

Referensi: 
  • Lampiran Pidato Presiden Republik Indonesia. 2018 
  • Kementerian Keuangan. Konferensi Pers APBN 2019 
  • PMK 121/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. http://www.djpk.kemenkeu.go.id/?p=9192   
  • https://databoks.katadata.co.id/
Cat: Penulis merupakan Program Manager di Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif.