Jumat, 14 Desember 2018

Perlindungan Konsumen Merupakan Pilar Keuangan Inklusif

dok: Sekretariat DNKI
Perkembangan sektor jasa keuangan di Indonesia salah satunya didukung oleh peningkatan inklusi keuangan (akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan). Peningkatan tersebut merupakan salah satu bentuk keberhasilan pembangunan, karena sistem keuangan mampu menjangkau dan memberi manfaat lebih banyak ke masyarakat. 

Meningkatnya akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan (inklusi keuangan) merupakan agenda penting pemerintah, sesuai dengan Nawacita Presiden dan RPJMN 2015 – 2019. Akses terhadap layanan keuangan merupakan hak seluruh masyarakat Indonesia, oleh karenanya untuk mendukung hal tersebut diperlukan implementasi Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) yang terpadu guna mencapai target keuangan inklusif sebesar 75% di tahun 2019 mendatang.

Arah kebijakan jasa keuangan adalah meningkatkan pembiayaan pembangunan melalui perluasan inklusi keuangan sehingga akses keuangan masyarakat semakin meningkat. Kebijakan keuangan inklusif tersebut mencakup pilar dan fondasi SNKI beserta indikator keuangan inklusif yang didukung oleh koordinasi antar K/L atau instansi terkait serta dilengkapi dengan Aksi Keuangan Inklusif. Pilar SNKI diantaranya terdiri dari Pilar Perlindungan Konsumen yang merupakan pilar kelima.


Di satu sisi, keuangan inklusif akan sulit tercapai jika masyarakat masih antipati dalam menggunakan produk dan jasa keuangan formal karena belum adanya rasa aman dalam bertransaksi. Maka, pada tahap ini aspek perlindungan konsumen berperan sangat penting. 

Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum dan memberi perlindungan kepada konsumen jasa sistem pembayaran. Konsumen Jasa Sistem Pembayaran sendiri terdiri dari setiap pihak individu yang memanfaatkan jasa sistem pembayaran dari penyelenggara untuk kepentingan diri sendiri dan tidak untuk diperdagangkan.

Ruang lingkup perlindungan konsumen antara lain: 1) Instrumen pemindahan dan penarikan dana; 2) APMK (Kartu Kredit, Kartu ATM atau Debet); 3) Transfer dana; 4) Uang elektronik; 5) Penyediaan dan penyetoran uang rupiah; dan 6) Penyelenggaraan sistem pembayaran lainnya. 

dok: bi.go.id/
Fungsi perlindungan konsumen antara lain: 1) Edukasi, memberikan pemahaman produk sistem pembayaran kepada masyarakat; 2) Konsultasi, mengenai permasalahan penggunaan; 3) Produk sistem pembayaran; dan 4) Fasilitasi, upaya penyelesaian terhadap sengketa perdata antara konsumen.

Praktik perlindungan konsumen dapat dijalankan melalui beberapa cara diantaranya ialah: 1) Memastikan produk dan jasa keuangan aman untuk digunakan oleh konsumen; 2) Memberikan edukasi kepada konsumen mengenai berbagai produk dan jasa keuangan; dan 3) Menyediakan sarana penerimaan pengaduan jika konsumen merasa dirugikan.

Ketentuan terkait perlindungan konsumen juga telah diatur dalam berbagai regulasi, diantaranya yaitu UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen dan Peraturan BI Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran.

Ruang lingkup Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran berdasar Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 adalah: 1) Penerbitan instrumen pemindahan dana dan/atau penarikan dana; 2) Kegiatan transfer dana; 3) Kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu; 4) Kegiatan uang elektronik; 5) Kegiatan penyediaan dan/atau penyetorang uang Rupiah; dan 6) Penyelenggaraan sistem pembayaran lainnya yang akan ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia.
dok: bi.go.id/
Bank Indonesia selaku regulator dalam sistem pembayaran terus mengedepankan aspek keamanan dan perlindungan konsumen serta iklim usaha yang kondusif untuk menciptakan industri teknologi finansial yang mampu mendukung perekonomian nasional. 
Semakin maju suatu negara atau masyarakat maka karakteristiknya ialah semakin beragam produk dan jasa keuangan yang beredar di masyarakat. Semua produk dan jasa keuangan ini harus dipercaya oleh masyarakat agar mereka tidak ragu untuk menggunakannya
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Bapak Prasetyo Hendradi selaku Kepala Grup Pengembangan Surveilans dan Perlindungan Konsumen, Bank Indonesia pada suatu kesempatan ketika tim Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif melakukan kunjungan dan wawancara singkat dengan beliau kaitannya dengan isu perlindungan konsumen. 

dok: Sekretariat DNKI
Berkenaan dengan penerapan kebijakan sistem pembayaran elektronik, masih ditemukan beberapa kendala diantaranya menyangkut masalah perlindungan konsumen yang dirasa masih belum sempurna. Sebut saja beberapa kendala di lapangan seiring dengan makin maraknya kasus pembobolan bank yang menyangkut masalah e-Banking.

Belum lekang dari ingatan tentang kasus perbuatan ilegal pencurian uang nasabah melalui modus skimming yang cukup menyita perhatian masyarakat beberapa waktu yang lalu. Skimming merupakan tindakan pencurian informasi, baik dari kartu debit maupun kartu kredit dengan cara menyalin informasi yang terdapat pada strip magnetik kartu debit atau kartu kredit secara ilegal sehingga pelaku memiliki kendali atas rekening korban.

dok: bi.go.id/
Bank Indonesia selaku lembaga yang berwenang dalam sistem pembayaran bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas PUJK, telah merespon kasus skimming dengan mendorong pembentukan tim khusus. Bahkan, telah dijalin kerjasama antar sejumlah lembaga perbankan dengan pihak aparat berwajib guna menanggulangi permasalahan tersebut. Usaha ini tentunya akan menjadi semakin baik jika dibentuk usaha bersama (collective effort) dari banyak pihak sehingga kasus tersebut dapat ditindaklanjuti secara cepat dan efisien. 

“Inisiatifnya bagus yakni untuk membentuk semacam task force lintas departemen. Tidak hanya OJK, Bank Indonesia dan Polri, tetapi juga bea cukai, imigrasi dan lembaga lain. Langkah ini dapat menjadi solusi kedepan agar skimming tidak dengan mudah terjadi. Tantangannya sekarang adalah bagaimana menyatukan seluruh elemen task force ini”, ungkap Pak Pras
Bentuk perlindungan konsumen dan masyarakat yang telah dilakukan ialah secara preventif (pencegahan) dan refresif (penyelesaian permasalahan). Upaya perlindungan konsumen diantaranya melalui hotline financial customer area, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat melalui media massa dan kewajiban pelaksanaan edukasi dan perlindungan konsumen oleh lembaga keuangan.

Akhir kata, strategi yang diperlukan diantaranya ialah dengan membentuk budaya perlindungan konsumen yang menjadi tanggung jawab dan perhatian semua pihak. Bank Indonesia sesuai kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, selain mengatur aspek kelembagaan dan mekanisme, mengatur pula ketentuan dari aspek Perlindungan konsumen dan mengawasi implementasi terhadap aturan tersebut.

Industri jasa Sistem Pembayaran berkewajiban untuk melaksanakan aturan-aturan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip Perlindungan Konsumen, sedangkan dari sisi masyarakat juga turut berperan serta untuk menjadi masyarakat yang kritis dan peduli pada Perlindungan Konsumen.

Pasalnya, Perlindungan Konsumen diciptakan dengan mengakomodasi prinsip Perlindungan Konsumen yang berlaku sebagai standar internasional, yang meliputi prinsip keadilan dan keandalan, transparansi, perlindungan data pribadi serta penanganan dan penyelesaian pengaduan konsumen secara efektif.

Terkait dengan penyampaian pengaduan dalam rangka perlindungan konsumen dapat disampaikan melalui Portal Nasional Perlindungan Konsumen oleh Bank Indonesia. Pengaduan konsumen dapat disampaikan melalui: 1) Contact center BI Call and Interaction (BICARA) melalui nomor 131; 2) Email: bicara@bi.go.id; 3) Fax: 021 – 3861458; dan 4) Surat: Visitor Center, Lt. 1 Menara Sjafruddin Prawiranegara Bank Indonesia, Jl. M.H Thamrin No. 2 Jakarta Pusat 10350. 

Referensi: 
  • Lampiran Pidato Presiden Republik Indonesia. 2018.
  • Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen
  • Peraturan BI Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran
  • Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif. “Urgensi Perlindungan Konsumen dalam Mendukung Keuangan Inklusif”. Buletin Strategi Nasional Keuangan Inklusif April 2018 Edisi III, Halaman 1 – 2
  • Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif. “Tak Perlu Lagi Khawatir Skimming”. Buletin Strategi Nasional Keuangan Inklusif April 2018 Edisi III, Halaman 3 – 4
  • UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 
Cat: tulisan diikutsertakan dalam Bank Indonesia Blog Competition

dok: bi.go.id/

Rabu, 12 Desember 2018

Digitalisasi Pasar Rakyat: e-Retribusi Dukung Smart City

Smart Card e-Retribusi (dok: pribadi)
Kerangka umum pembangunan infrastruktur dalam RPJMN 2015 – 2019 diantaranya menitikberatkan pada infrastruktur perkotaan berbasis pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk mendukung pengembangan Smart City. Adapun upaya yang telah dilakukan khususnya oleh Kementerian Perdagangan diantaranya dengan meluncurkan program kegiatan “Digitalisasi Pasar Rakyat” melalui program e-Retribusi guna mewujudkan Smart City. 


Program e-Retribusi juga bertujuan untuk meningkatkan upaya: 1) Efisiensi; 2) Transparansi; 3) Tertib administrasi; 4) Meningkatkan kepercayaan pedagang; 5) Membudayakan menabung; dan 6) Membangun kesadaran pedagang. Berkenaan dengan hal tersebut, manfaat e-Retribusi ialah untuk: 1) Mempermudah membayar retribusi; 2) Transaksi yang akuntabel; 3) Realtime Incoming Report; 4) Mudah diakses lewat media elektronik; 5) Tidak ada penyimpangan; dan 6) Meningkatkan PAD.

Landasan e-Retribusi tertuang dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengelolaan Pasar Rakyat yang membahas tentang prosedur kerja pungutan retribusi melalui bank (e-Retribusi). Tujuan prosedur tersebut ialah: 1) Menjamin terlaksananya semua kegiatan penerimaan uang retribusi pasar dan retribusi lainnya sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh organisasi (pasar); 2) Menjamin terlaksananya aspek pengawasan (control) intern seluruh kegiatan pembayaran, berupa vertifikasi, validasi dan persetujuan yang memadai, sesuai ketentuan di dalam organisasi pasar; dan 3) Menghindari beredarnya uang secara fisik di pasar. 


Secara teknis, perlengkapan yang digunakan ialah: 1) Buku catatan tentang data pedagang; 2) Buku catatan keuangan; 3) Mesin e-retribusi (disediakan oleh bank); dan 4) ATK. Secara singkat penjelasan tentang prosedur e-Retribusi ialah: 1) Pada tahapan SOP ini dibutuhkan komitmen dari pedagang salah satunya pedagang/penyewa menandatangani surat perjanjian pakai/sewa; 2) Pembayaran sewa/retribusi dapat dilakukan per hari, 1 bulan dimuka, apabila pembayaran 1 bulan dimuka maka dibayar setiap tanggal 1 s/d 10 sesuai dengan retribusi yang telah ditetapkan; 3) Pedagang/penyewa membayar melalui bank yang ditunjuk ke rekening pasar; 4) Bukti setor bank difotokopi dan diserahkan ke pengelola pasar; 5) Untuk setiap pembayaran retribusi diterbitkan kuitansi resmi dari pihak pengelola pasar; dan 6) Pengelola pasar mencatat semua pembayaran retribusi di dalam buku catatan keuangan.

Digitalisasi pasar rakyat khususnya menampilkan keunggulan CMS e-Retribusi diantaranya yaitu: 1) Tidak perlu uang tunai; 2) Tidak perlu menggunakan uang kembalian; 3) Meminimalisir kebocoran;dan 4) Praktis, cepat dan mudah. Metode Cashless Management System (CMS) sendiri terdiri dari: 1) e-Money Card (taping mesin); 2) Auto debet (buku tabungan bank); dan 3) Asppay (Asparindo payment – aplikasi HP).

Pada intinya, e-Retribusi terdiri dari: 1) Sistem aplikasi; 2) Pembayaran elektronik; dan 3) Bekerjasama dengan perbankan. Adapun pendaftaran dan mekanisme e-Retribusi sebagaimana ditampilkan berikut ini:

Pendaftaran dilakukan oleh para pedagang sebagai pihak yang wajib retribusi. Para pedagang lalu melakukan pengisian form pembukaan rekening (secara kolektif). Selanjutnya, para pedagang akan menerima produk tabungan dan Smart Card/Kartu e-Retribusi.

dok: Kementerian Perdagangan
Jadi, mekanismenya setelah pendaftaran aplikasi, wajib retribusi/pedagang akan memperoleh kartu e-Retribusi. Pedagang yang melakukan pembayaran melalui Tap Reader Machine yang merupakan sistem pembayaran CMS. Hal ini menjadi bagian e-Retribusi dari Dinas Perdagangan. Selanjutnya, pedagang akan memperoleh bukti transaksi wajib retribusi/pedagang.

dok: Kementerian Perdagangan
Berkenaan dengan hal tersebut, kami baru saja menghadiri kegiatan “Rapat Koordinasi Penerapan E-Payment/E-Retribusi di Pasar Rakyat” yang diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan pada 12 Desember 2018. Kami mengunjungi Pasar Agung Peninjoan yang berlokasi tepatnya di Desa Adat Peninjoan, Peguyangan Kangin – Denpasar Utara. Mengingat bahwa pasar tersebut telah memperoleh SNI.

dok: pribadi
Sosialisasi terkait penerapan e-Retribusi dilakukan oleh bank BPD Bali. Pihak perbankan menjelaskan tentang pengembangan e-Retribusi dan memberikan demo singkat tentang penggunaan mesin EDC dan Smart Card yang berfungsi sebagai kartu e-Retribusi. Berikut merupakan metode pembayaran retribusi oleh pedagang pasar kepada pengelola pasar:

Sistem pembayaran Cashless Management System (CMS) Taping 
Sistem pembayaran CMS Taping dilakukan dengan menggunakan mesin EDC Bluetooth dan Smart Card e-Retribusi.

dok: pribadi
Sistem pembayaran Autodebet
Autodebet adalah pembayaran elektronik yang dibuat langsung dari rekening bank, biasanya pada tanggal yang telah ditentukan. Autodebet akan dilakukan langsung melalui rekening BSA yang dimiliki oleh para pedagang pasar. 

dok: pribadi
Sistem pembayaran Aplikasi Android 
Pihak Bank BPD Bali telah mengembangkan aplikasi e-Retribusi yang menjadi sistem pembayaran non tunai untuk transaksi retribusi (service charge) dan transaksi perdagangan melalui aplikasi di Handphone dengan sistem scan.

dok: pribadi
Akhir kata, pemerintah dan lembaga terkait telah mengupayakan sistem pembayaran cashless dengan menggunakan QR Code. Pihak Bank BPD Bali juga telah berencana di tahun 2019 tidak hanya mengupayakan gerakan non tunai (cashless), melainkan juga non kartu (cardless). Sehingga digitalisasi pasar rakyat baik oleh pedagang pasar maupun pengelola pasar akan dapat mendukung segera terwujudnya Smart City di berbagai lini.