Jumat, 14 Oktober 2016

Mutiara Laut Selatan Indonesia: Quo Vadis?

Kabupaten Maluku Tenggara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Maluku. Letaknya di Kepulauan Kei khususnya Kei Besar. Wilayah bagian timur Indonesia yang beribukota di Langgur (sebelumnya Kota Tual) ini menjadi salah satu tempat persinggahan saya ketika menjejakkan langkah di “Negeri 1000 Pulau” pada bulan September silam. Kabupaten ini terbilang cukup unggul dalam produksi dan nilai hasil kekayaan laut diantaranya sektor perikanan. Komoditas perikanannya sangat potensial untuk lebih dikembangkan karena wilayahnya dikelilingi oleh laut serta letak geografis yang strategis dan kekayaan alam laut yang melimpah.

Perikanan laut memang menjadi sektor yang paling dominan di Kabupaten Maluku Tenggara. Tapi, satu hal lainnya yang dianggap cukup prospektif di bidang kelautan wilayah ini ialah pengembangan kerang mutiara. Ya, tanah Maluku menyimpan beragam kekayaan alam yang luar biasa diantaranya yaitu mutiara. Mutiara merupakan salah satu komoditas unggulan sektor kelautan dan perikanan. Pun, prospek bisnis mutiara sangat menggiurkan. Tak mau ketinggalan, saya pun sedikit mengabadikan potret beberapa mutiara laut dan membeli mutiara budidaya berbentuk tasbih sebagai buah tangan dari Maluku.

Mutiara Laut (dok: pribadi)

Mutiara dalam bentuk perhiasan cincin (dok: pribadi)

Mutiara budidaya berbentuk tasbih (dok: pribadi)

Selain mutiara, Maluku juga terkenal dengan besi putih khas Maluku (dok: pribadi)
Tidak hanya Kabupaten Maluku Tenggara, adapun salah satu kabupaten tertinggal di Provinsi Maluku ialah Kabupaten Kepulauan Aru yang beribukota di Dobo juga memiliki potensi kekayaan laut yang tidak kalah hebatnya. Kabupaten ini terkenal dengan budidaya mutiara tepatnya di Pulau Womar yaitu sebuah pulau kecil di sisi barat Pulau Wokam. 

Produksi mutiara ini telah diekspor ke luar negeri sehingga disinyalir telah mengubah daerah ini menjadi pasar yang potensial. Dobo selain menjadi ibukota kabupaten juga menjadi pusat perdagangan. Ramainya perniagaan di Dobo ini merupakan efek langsung dari kejayaan mutiara yang banyak dieskpor ke luar negeri. Adapun mutiara-mutiara tersebut dikenal sebagai Dobo Pearl

Dobo pearl (dok: aruislands.blogspot.co.id)

Mutiara Dobo yang umumnya diproduksi dengan campur tangan manusia dibudidayakan di Kecamatan Pulau Aru dan Aru Tengah. Hanya saja, pemasokannya terkendala transportasi, terutama penerbangan untuk tujuan ekspor sehingga volume maupun nilainya dari sektor perikanan dan kelautan masih relatif rendah. 

Penting untuk diketahui bahwa pasar mutiara dunia didominasi oleh 4 jenis mutiara diantaranya Mutiara Laut Selatan (South Sea Pearl) dengan Negara produsen yaitu Indonesia, Australia, Filipina dan Myanmar. Selain itu dikenal pula mutiara air tawar, mutiara akoya dan mutiara hitam. Tapi, South Sea Pearl merupakan mutiara yang paling mahal dan terkenal. 


Bila dibandingkan dengan Australia yang mempunyai sektor usaha budidaya mutiara, potensi ekspor Indonesia jauh lebih besar dan unggul. Australia mengklaim menguasai sekitar 13 persen mutiara South Sea Pearl, sedangkan Indonesia menguasai minimal 60 hingga 80 persen mutiara South Sea Pearl di dunia. Berdasarkan volume, Indonesia merupakan produsen Mutiara Laut Selatan terbesar di dunia! Indonesia South Sea Pearl seharusnya menjadi satu-satunya yang termahal dan terkenal. 

dok: https://www.instagram.com/indonesianpearlfestival2016/

Ada satu hal yang cukup menarik yaitu ketika saya menemukan beberapa aplikasi tentang “Pearl” via play store android. Diantaranya aplikasi bernama “Opal+Pearl Australian”. Aplikasi ini menyajikan South Sea Pearl dengan ragam warna, bentuk dan ukuran. Seperti misalnya Golden South Sea Pearl yang berbentuk cincin yang dilengkapi dengan berlian, serta South Sea Pearl berbentuk anting. 

dok: app play store

dok: app play store

dok: app play store

dok: app play store

Aplikasi selanjutnya bernama “National Pearl”, tapi jangan harap menemukan Indonesia South Sea Pearl disini kendati judulnya: Nasional. Kategori produk mutiaranya beragam mulai dari kalung, anting, gelang hingga cincin. Tipe/jenis mutiaranya yaitu terdiri dari Golden South Sea (108), Tahitian South Sea (209) dan White South Sea (121). Bila diurutkan mulai dari harga tertinggi maka akan diperoleh mutiara termahal yaitu White South Sea Pearl Necklace seharga $8.999 dimana pearl origin-nya ialah dari Australia. Sedangkan harga mutiara terendah ialah Tahitian South Sea Pearl Denise Pendant seharga $99 dimana pearl origin-nya ialah dari French Polynesia. 

dok: app play store

Mutiara termahal (dok: app play store)

Mutiara dengan harga terendah (dok: app play store)

Sayangnya, memang sukar menemukan jejak Indonesia South Sea Pearl (Indonesia origin) di dalam jalur perdagangan mutiara dunia. Padahal berdasarkan laporan bahwa 80 persen mutiara dunia ada di Republik Indonesia tapi sayangnya ekspornya masih kalah dari Australia (Detik.com, 12 Januari 2016). Dalam Konferensi Pers bertajuk “Penggagalan Ekspor Mutiara” oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dihelat pada Januari silam disebutkan bahwa ekspor illegal 11 kilogram mutiara jenis South Sea Pearl ke Hongkong telah berhasil digagalkan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai bersama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ibu Menteri KKP, Susi Pudjiastuti pun menjelaskan bahwa sebenarnya nilai ekspor mutiara Indonesia sangat tinggi, tapi cukup banyak yang tidak tercatat karena diekspor secara ilegal. 

dok: https://www.instagram.com/indonesianpearlfestival2016/

Berdasarkan data laporan beberapa aktivitas Underground Economy di Indonesia tahun 2002, Prof. Hari Susanto (2011) menyebutkan bahwa kegiatan ekspor ilegal diantaranya kekayaan laut memiliki nilai moneter sekitar 4 milyar dollar AS! Bayangkan nilai kerugian puluhan trilyun rupiah dari aktivitas ilegal di ranah moneter ini. Fenomenanya pun menjadi sulit diberangus dan diberantas karena persoalannya telah sampai pada tataran belief yang negatif. Jadi, sudah sepatutnyalah pendekatan berupa “substance over form” yang digunakan. Kendati merupakan suatu keniscayaan untuk mengharapkan agar visi, misi dan strategi mesti menjadi komitmen praktis dan filosofis. Kasus Underground Economy/Hidden Economy semacam ini sebenarnya menarik untuk diungkap kembali terkait dengan beberapa indikasi keberadaannya dan kalau perlu secara khusus mengestimasi besarannya di Indonesia secara berkelanjutan. Harapannya kedepan ialah untuk meningkatkan penerimaan negara dari aktivitas ekonomi yang dikategorikan ilegal. Tapi, tentu butuh effort lebih dan peran serta multipihak dalam kepentingan ini.

Di satu sisi, pemerintah telah merumuskan kebijakan di bidang kelautan khususnya tentang arah kebijakan peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan, sebagaimana disebutkan dalam pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia yaitu pada tahun 2015 diantaranya terkait: 1) Peningkatan tata kelola kelautan melalui penyusunan rencana zonasi dan pengembangan kebijakan kelautan; 2) Pengelolaan kawasan konservasi perairan dan pulau-pulau kecil; 3) Peningkatan kerjasama dalam pengelolaan wilayah laut; 4) Pengawasan dan pengamanan wilayah dari pemanfaatan sumber daya kelautan yang merusak dan ilegal; 5) Rehabilitasi kawasan pesisir yang rusak dan pengendalian bencana alam dan dampak perubahan iklim; 6) Mengoptimalkan pemanfaatan keekonomian dari sumber daya kelautan yang difokuskan pada pendayagunaan pulau-pulau kecil dan pengelolaan kawasan konservasi perairan untuk meningkatkan keekonomian sumber daya kelautan. 

Sebelumnya, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan pun telah menerbitkan Standar Nasional Indonesia (SNI) mutiara yaitu SNI 4989:2011. Diharapkan SNI mutiara dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun Standar Operating Procedure Grading mutiara dan perlu ditindaklanjuti dengan membuat Indonesia Quality Pearl Label (IQPL). 

dok: http://sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni_eng/11853
Kebijakan dari segi perdagangan juga perlu menjadi perhatian, khususnya kebijakan sektor perdagangan luar negeri yang perlu diarahkan pada peningkatan ekspor agar bernilai tambah lebih tinggi dan lebih kompetitif di pasar internasional. Pembangunan perdagangan luar negeri tersebut dilakukan diantaranya melalui: 1) Peningkatan upaya diplomasi perdagangan yang lebih efektif; 2) Pemberdayaan eskportir dan calon eksportir; dan 3) Peningkatan efektivitas tata kelola impor dan pengamanan perdagangan. 

Pengoptimalan pemanfaatan keekonomian dan pemberdayaan dapat dilakukan diantaranya juga melalui pengolahan sumber daya kelautan. Diduga faktor ekspor mutiara dalam bentuk gelondongan alias mutiara utuh kerap menjadi salah satu penyebab. Indonesia South Sea Pearl yang di ekspor keluar negeri seringkali dilabeli dengan brand luar lalu dikirim lagi masuk ke Indonesia. Setelah itu asal muasalnya tidak terlacak lagi, bagai hilang ditelan bumi. Dunia pemutiaraan Indonesia lantas menjadi semakin tidak optimal. Selain karena pengembangannya yang masih terbatas, sense of belonging masih kurang kuat khususnya dari dalam negeri sendiri. Padahal untuk meningkatkan nilai tambah, ekspor mutiara dalam bentuk perhiasan jauh lebih mempunyai nilai lebih tinggi bila dibandingkan mutiara gelondongan. Sehingga di satu sisi juga perlu adanya peningkatan pengetahuan dan teknologi. Ini menjadi PR kita bersama! 

Sumber: 
  • Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia. 2015 
  • Profil 199 Kabupaten Tertinggal. 2009 
  • Susanto, H. 2011. Underground Economy. Jakarta: Baduose Media 
  • http://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3116806/80-mutiara-dunia-ada-di-ri-tapi-ekspornya-kalah-dari-australia
  • http://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2375372/-sharif-cicip-kecewa-ekspor-mutiara-ri-rendah-ini-tanggapan-pengusaha
Cat: Penulis merupakan Mahasiswa Pascasarjana IPB Bogor bidang keilmuan Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Penulis pernah menjadi Tenaga Ahli Anggota Dewan DPR RI Komisi IV yang membidangi Kelautan dan Perikanan, Pertanian, Pangan, Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penulis juga pernah terlibat kerjasama bidang penelitian dengan beberapa instansi pemerintah diantaranya Kementerian PUPR, Kementerian Perindustrian dan BPAD Provinsi DKI Jakarta. 

Nb: Tulisan diikutsertakan dalam 6th IPF Kompetisi Penulisan Blog/6th IPF Blog Writing Competition 6th Indonesian Pearl Festival The Magnificent Indonesia South Sea Pearl

7 komentar:

  1. Indonesia memang gak ada matinya ya.
    bagus dan mempesona.

    ingin sih ke sana, namun perlu dipersiapkan dananya dengan matang.
    thank

    BalasHapus
  2. Terimakasih mas wadiyo. Wilayah timur Indonesia terutama. Sungguh menyimpan potensi kekayaan alam yg luar biasa. Budgeting utk traveling mmng perlu dipersiapkan. Tempo hari kebetulan saya dlm rangka pekerjaan mengelilingi Maluku mulai dari Ambon, Seram bagian barat, Kep. Kei Langgur/Tual hingga Pulau Buru.

    BalasHapus
  3. Wah selamat ya Mbak tulisanya jadi juara 3, keren emang tulisanya, selamat sekali lagi ^_^ btw kunjungan baliknya ya ?

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Kak eci selamat yah, tulisannya informatif banget bagi reader, dan berwawasan luas ttg hasil produksi laut nusantara khususnya maluku
    good job👍

    BalasHapus